Keajaiban Operasi Anak Kami (Bagian 3)

Setelah operasi pertama dan operasi kedua (silakan baca kisahnya disini dan disini), proses pengobatan anak kami terhenti, selama lebih kurang dua tahun lamanya, anak kami masuk dalam daftar tunggu pasien yang akan dibedah entah sampai kapan dipanggil. Sebenarnya beberapa bulan setelah operasi kedua, kami mendapat panggilan operasi dari rumah sakit Adam Malik. Anak kami dipanggil untuk dilakukan operasi Hipospadia ke dua, tapi Qadarullah, saat itu Covid sedang gila-gilanya, entah memang benar atau tidak, yang pasti saat dipanggil itulah, kami sekeluarga terkena demam tinggi yang tidak biasanya, cukup parah, dan cukup lama sembuhnya.

Dari seluruh keluarga, yang tidak terkena demam cuma istri dan anak saya (si kecil kami). Tapi ternyata si kecil kami malah di fonis positif terkena penularan Covid setelah dilakukan tes antigen. Operasi anak kami pun dibatalkan, kami disuruh isolasi. Sedih dan kecewa tiada terkira, penantian dan harapan seolah pupus.

Dua tahun berlalu, dan kami masih menunggu telepon dari pihak rumah sakit Adam Malik. Tapi panggilan yang ditunggu tak datang-datang jua. Akhirnya kami mencoba kembali ke rumah sakit dengan maksud menanyakan kabar operasi anak kami. Namun bukan jadwal operasi yang kami dapatkan, malah anak kami disuruh opname guna dilakukan CT Scan dengan cara dibius. Terang saja kami menolak, kami tak sudi anak kami dibius hanya untuk pengambilan foto. Kesabaran kami sudah pada puncaknya. Saat masih dalam pemeriksaan, kami bawa si kecil pulang. Sementara suara perawat dari micropon ruang tunggu terus memanggil nama saya. Detik itu kami putuskan tak usah lagi berobat di RSU Adam Malik. Mengenai kisah ini silakan baca disini.

Mumet fikiran, nyaris putus asa, kami ga tahu mau ke rumah sakit mana lagi? Rumah sakit dengan poli urologi memang banyak, tapi tidak semua bisa kita datangi, kan BPJS ada aturannya. Hanya rumah sakit-rumah sakit yang ditunjuk oleh puskesmas atau rujukan dari dokter yang bisa kita datangi.

Saat itu ingin rasanya saya jadi orang kaya saja, agar bisa membawa anak saya berobat ke luar negeri, agar operasinya ditanganin dengan baik oleh rumah sakit dan dokter yang bagus dan berpengalaman. Biarlah habis puluhan juta uang kami, yang penting anak kami ditangani dengan baik, bukan dibiarkan, diluluh lantakkan dan dibola-bola kayak gini.

Ditengah kebingungan akhirnya saya putuskan untuk coba kembali ke rumah sakit Haji Medan. Dulu anak kami pertama kali operasi disini (kalau mau tahu kisahnya, sila baca disini), maka disini jugalah harusnya dilanjutkan pengobatannya.

Untuk kembali ke rumah sakit Haji, tidak bisa main slonong boy gitu aja datang kesana, kami harus punya surat rujukan. Maka kami kembali mendatangi dokter anak yang pertama kali menangani si kecil. Dari dokter anak inilah nanti akan mengeluarkan surat pengantar dan rujukan untuk berobat ke rumah sakit Haji.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Dua tahun tak berjumpa, setelah bertemu dengan dokter anak, kami keluarkan uneg-uneg kepada dokter wanita separuh baya yang ramah ini.

"Dok, kami pasien dokter, dua tahun yang lalu pernah kemari dengan kasus Hernia dan Hipospadia. Dulu setelah operasi Hernia, dokter yang merujuk kami ke rumah sakit Adam Malik untuk terapi hormon. Tapi kami tak mendapatkan layanan terapi hormon tersebut, malah kami dialihkan ke poli urologi disana. Anak kami sudah operasi disana, tapi dipending selama 2 tahun tidak ada panggilan.

Panjang lebar kami bercerita kepada beliau.

"Mungkin saat itu lagi wabah Covid, banyak operasi yang dibatalkan dan dipending. Sudah, ke rumah sakit Haji saja, biar ditangani disana", kata dokter Nurdiani. Beliau pun menulis surat pengantar dan... Alhamdulillah kami pun kembali dirujuk kesana agar ditanganin kembali oleh suami beliau yaitu dokter Erjan Fikri Sp.BA, (spesialis bedah anak).

Kembali Ke Rumah Sakit Umum Haji Medan

Entah kenapa, saya suka rumah sakit ini. Dari seluruh rumah sakit milik pemerintah, cuma rumah sakit ini yang saya suka. Selain karena suasananya yang adem, rumah sakit ini bernuansa islami, dan juga pelayanan para perawat, satpam dan petugas disana cukup ramah, tidak seperti rumah sakit-rumah sakit milik pemerintah lainnya. Seluruh petugas wanita dan perawatnya berhijab, dan semua gedung di areal rumah sakit ini diberi nama dengan tempat-tempat yang ada di Tanah Suci. Makanya rumah sakit yang didanai oleh kerajaan Arab Saudi ini dinamakan rumah sakit Haji.

Lama tak kemari, sudah banyak berubah, ruang praktek dokter bedah anak sudah pindah, begitu juga dengan ruang opname anak juga sudah berganti tempat. Dan di sebelah kanan areal rumah sakit, di tanah yang baru, sedang dibangun sebuah gedung tinggi untuk ruang rawat inap yang baru.

(Gedung rawat inap yang baru, sudah rampung)

Setelah sampai ke areal rumah sakit, kami pun menuju ke ruang pendaftaran untuk antri ambil nomor. Singkat kata, akhirnya kami bertemu dengan dokter spesialis bedah anak senior di kota Medan ini yaitu dr Erjan Fikri. Di rumah sakit ini kalau mau berobat, tidak terlalu lama menunggu dokternya, ga kayak di rumah sakit Adam Malik yang bujubune satu harian menunggu, dan dokter yang kita datangi di rumah sakit Haji ini juga adalah dokter utama bukan dokter asisten seperti di rumah sakit Adam Malik.

Dokter ini yang dulu melakukan operasi Hernia si kecil. Seperti halnya ketika kami curhat ke dokter anak, kepada dokter ini pun kami mencurahkan segala uneg-uneg kami selama berobat di RS Adam Malik.

Setelah ngobrol panjang lebar akhirnya dokter spesialis bedah anak ini pun memutuskan operasi Hipospadia minggu depan. Sudah saya duga, kalau di rumah sakit ini pasti cepat ditangani. Hari ini kita ketemu dokter, minggu depannya langsung opname. Ya Alhamdulillah, setelah sekian lama menanti, akhirnya anak kami mendapatkan penanganan.

Mengucap syukur Alhamdulillah kami, akhirnya anak kami di operasi juga. Maklumlah kalau di rumah sakit ini belum juga di operasi, mau kapan lagi? Sementara si kecil kami sudah dekat waktunya untuk masuk sekolah.

Pertengahan Bulan Juni 2023, Kejadian Sprituil Pasca Anak Kami di Operasi

Akhirnya hari H pun tiba, seperti biasa setiap si kecil akan dibawa menuju ruang bedah, saya dan istri selalu tak bisa menahan kesedihan. Sewaktu operasi pertamanya, si kecil menangis ketika dibawa petugas ke ruang bedah, dia ga mau pisah dengan ayah dan umminya. Ketika operasi kedua, ketiga dan yang ini ke empat, si kecil tidak lagi menangis, dia diam saja saat digendong oleh petugas. Tapi kami yang tak tega melihat anak kami dibawa orang untuk dibedah. Dan kami pun tak kuasa membendung air mata, kami ciumi wajahnya dan tak hentinya mengucapkan, "Sehat selalu ya nak?".

Selama operasi berlangsung saya banyak beristighfar dan berdoa dalam hati, sampai akhirnya seorang dokter wanita yang memakai tutup kepala dan jubah keluar dari ruang operasi dan memanggil saya dan istri.

"Siapa orang tuanya Muhammad Fathan?"

Saya menyahut.

"Silakan masuk pak, bu?"

Kami masuk ke ruangan tunggu, di ruangan bedah tampak si kecil terbaring di tempat tidur dengan tim bedah yang mengelilinginya. Ada apa lagi ini, semoga tak ada yang tidak-tidaklah. Sudah berapa kali kami selalu dipanggil oleh dokter saat anak kami sedang di operasi.

"Begini pak, untuk saat ini kita belum bisa melakukan operasi Hipospadia anak bapak. Kami sudah periksa tadi, ternyata testis anak bapak yang sebelah kiri tidak berada pada tempatnya (belum turun ke skrotum). Jadi saat ini kita akan melakukan tindakan bedah menurunkan testisnya, selanjutnya baru dilakukan operasi Hipospadianya".

Sontak lemas saya mendengar perkataan dokter tersebut, rasanya mau tumbang saja badan ini. Apalagi ini, kenapa lagi dengan testis anakku, bukankah testisnya sudah diturunkan oleh dokter Erjan dua tahun yang lalu. Kenapa selalu itu-itu saja yang kalian persoalkan, dalam hati saya protes. Tapi akhirnya saya sampaikan juga protes saya tersebut.

"Kapan dokter Erjan melakukan operasi penurunan testis anak bapak, pak. Testis sebelah kiri anak bapak memang belum turun? Bla..bla..!"

Dokter muda tersebut mencoba menjelaskan panjang lebar kepada saya dan istri, tapi saya sudah tak fokus lagi. Sudah tak mendengar lagi apa yang yang dikatakan dokter itu. Rasanya semangat ini sudah terbang entah kemana. Sementara istriku hanya bisa menangis.

"Bapak, ibu, kalau testis anaknya tak diturunkan ke tempatnya, ini akan menjadi kanker/tumor dikemudian hari.

Apakah setelah operasi ini, kami kembali dulu ke rumah, dan setelah itu kami dipanggil lagi kemari untuk operasi Hipospadianya?" tanyaku.

"Benar pak, dan setelah operasi ini, anak bapak harus melakukan terapi suntik hormon ya?" dokter itu kembali menjelaskan.

"Apa..?? Suntik hormon lagi, suntik hormon lagi, gara-gara urusan suntik hormon inilah anak kami diambil paksa oleh poli urologi rumah sakit Adam Malik, dan akhirnya kami luluh lantak disana!", tentu saja ucapan ini hanya dalam hatiku saja.

Ya sudah mau gimana lagi, kalau dokter bilang begitu, apa daya kami, masa kami mau menolak. Dengan rada masygul aku iyakan perkataan dokter tadi.

Kami sekeluarga sudah sangat berharap operasi kali ini adalah operasi terakhirnya, agar selesai lah pengobatan anak kami. Tapi lain yang diminta, lain yang diterima. Sudah terlalu lama anak kami di pending dan di bola-dibola oleh pihak rumah sakit. Dan kepercayaan kami kepada rumah sakit saat itu sudah menipis, bahkan nyaris tak percaya lagi.

Fikiranku tak menentu, saat berada di ruang tunggu aku sudah tak fokus lagi, dan saat tiba waktu sholat Maghrib pun aku tak khusyu lagi, fikiranku melayang-layang. Ada pertanyaan yang tak semestinya dipertanyakan oleh seorang hamba kepada Rabbnya.

"Ya Allah kemanakah pertolonganMu, kenapa kami malah dipersulit seperti ini? Apa artinya semua ini?"

Saat itu aku sudah pasrah, sudah tak tahu lagi bagaimana, putus asa. Ragaku di masjid tapi jiwaku sudah terkapar entah dimana.

Berusaha aku tepis bisikan-bisikan menyesatkan dalam hati ini. Aku paksakan untuk berlapang dada dalam menerima semua ini. Walau rasa putus asa itu lebih mendominasi.

Masih berada di rumah sakit, satu hari setelah operasi anak kami, ada kejadian yang menaikkan semangat keimananku. Saat itu saya sedang menjaga si kecil sambil online di Facebook untuk melihat status-status kajian. Mata ini tiba-tiba tertuju pada suatu meme dakwah, tertegun saya membaca captionnya. Seperti seolah Allah menjawab kegundahanku. Iya, ini untukku, batinku. Spontan semangatku naik, kepercayaanku pulih kembali. Meme tersebut pas sekali dengan kondisi keadaanku saat itu, Wallahu'alam, Allah mungkin menjawab keraguanku dengan perantara postingan meme tersebut. Rasanya seperti keajaiban. Perasaan damai kembali merasuk di dada ini. Ya Rabb, Engkau masih bersamaku..

(Poster dan caption yang membangkitkan semangatku)

Poster itu menyadarkanku, dan sekaligus membuatku percaya diriku kembali. Perlahan diriku mulai tenang.

Operasi anak kami Alhamdulillah berjalan lancar, dia sehat-sehat saja. Empat hari kami sudah boleh pulang ke rumah, dan selang kateter sudah bisa dilepas. Dan seperti biasa, kami menunggu operasi selanjutnya dengan proses yang mungkin tidak mudah dan berbelit-belit. Tapi saya punya Allah tempatku memohon pertolongan.

(Bersambung)

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post