Keajaiban Operasi Anak Kami (Bagian 1)

(Si kecil dan umminya)

Akhirnya tiba juga saat yang tak mengenakkan ini. Saat yang walau kami ingin segera melewatinya, tapi tak ingin merasakannya.

Saat itu adalah: Telah tibanya waktu anak kami untuk dioperasi.

Selama ini kami memendam kekhawatiran karena buah hati kami, Qadarullah mengalami kondisi kelainan yang bernama Hernia dan Hipospadia. Suatu kelainan bawaan lahir yang dibilang umum tapi langka, dibilang langka tapi cukup sering terjadi kasusnya.

Hernia adalah suatu keadaan berawal dari testis yang tidak turun ke kantong zakar. Gejala yang dialami: pembengkakan di selangkangan. Solusi yang diambil adalah operasi setelah usia setahun testis tak juga turun. Operasi dilakukan agar menghindari kerusakan testis dan mencegah terjadinya tumor dikemudian hari.

Sedangkan Hipospadia adalah suatu kondisi dimana lubang uretra berada di bawah penis. Satu-satunya jalan adalah rekonstruksi (operasi) dengan mengembalikan uretra ke posisinya semula yaitu ujung penis.

Sebenarnya saya enggan menulis kisah ini, karena saya anggap ini terlalu privacy. Tapi karena saya mengalami suatu peristiwa yang bagi saya ini adalah pertolongan Allah, maka saya ingin ceritakan kisah saya di blog tercinta ini.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Dua tahun lamanya kami mengalami proses yang tertunda dan berbelit-belit dari aturan BPJS dan penangan medis. Kami di over kesana kemari, berganti rumah sakit, berganti dokter, namun si kecil belum juga bisa mendapatkan penanganan. Ditambah pula mewabahnya pandemi Covid-19 diawal 2020, proses pengobatan pun makin tertunda.

Hingga akhirnya saat si kecil berusia hampir 2 tahun tepatnya di pertengahan tahun 2020, bagian bawah perut sebelah kanan sampai ke selangkangan mengalami pembengkakan. Kami terkejut melihatnya. Ternyata testis yang tidak turun sewaktu lahir berujung kepada Hernia. Ini tidak bisa ditunda-tunda lagi.

Akhirnya dengan menabahkan dan memberanikan diri, di tengah wabah Covid yang makin menggila, diakhir 2020 dibulan 10, kami membawa kembali si kecil ke rumah sakit.

Ternyata dokter sudah berganti lagi.

Saya katakan kepada dokter bahwa kasus anak saya adalah Hipospadia dan Hernia yang tertunda 2 tahun yang lalu. Dua tahun yang lalu atas arahan dokter urologi disini, kami dirujuk ke rumah sakit Adam Malik. Anak saya gagal dioperasi karena ukuran penisnya yang terlalu kecil. Dokter Urologi rumah sakit Adam Malik menyarankan agar menunggu sampai usianya 2 tahun. Tapi sekarang anak saya sudah terlanjur mengalami Hernia. Saya katakan hal tersebut kepada dokter anak tadi.

Dokter pun langsung menyarankan kami agar langsung ke rumah sakit Umum Haji di poly bedah Urologi. Kata si dokter anak tadi, dokter Urologi tersebut adalah suaminya. Nanti mereka berdua yang akan menangani si kecil disana. Sedikit tenang kami mendengarnya. Dan kami pun dirujuklah kesana.

Rumah sakit Haji adalah rumah sakit umum milik pemerintah. Termasuk rumah sakit yang terbesar di kota kami dengan fasilitas medis yang memadai, plus pelayanan para perawat yang ramah kepada pasien. Hampir semua pasien dari rumah sakit lainnya di rujuk ke rumah sakit ini. Lokasinya cukup nyaman, sejuk dan tidak berisik, karena berada di pinggiran kota.

Dan setelah sampai kesana, seperti biasa harus melalui prosedur BPJS yaitu daftar dan antri. Tapi Alhamdulillah antrinya ga pake lama, dan pasien pun sangat sedikit, tidak seperti di rumah sakit umum kebanyakan. Tak berapa lama dokter pun datang. Disini saya terlibat cekcok sedikit dengan si dokter. Menurut saya si dokter terlalu arogan. Silakan baca kisahnya disini. Tapi singkat cerita setelah si kecil di periksa, dokter pun dengan segera mengatakan, "Besok Operasi!".

Operasi Tahap pertama anak Kami

Kami pun mengucap Hamdalah, bersyukur proses penyembuhan si kecil tak bertele-tele. Kami langsung mendapatkan rawat inap (opname). Tentu saja dengan standart protokoler kesehatan yaitu cuma 1 orang yang boleh jaga pasien. Pengecualian untuk pasien anak kecil dibolehkan dijaga oleh kedua orang tuanya. Dan tidak boleh ada tamu yang membesuk. Tapi faktanya, ibu saya pun bisa ikut menginap disana.

Operasi tahap pertama ini adalah penanggulangan Hernia. Dokter bedah Urulogi anak nanti akan memperbaiki posisi usus si kecil agar tidak terjadi lagi pembengkakan di bawah perut.

Menurut info di internet, operasi Hernia adalah operasi kecil dan tidak butuh waktu lama. Namun tetap saja kami sebagai ayah dan uminya khawatir dan was-was. Siapa yang tega melihat sang buah hati yang masih kecil dibedah? Melihat dia menangis kesakitan karena tangannya di infus saja pun kami tak tega.

Dan hari yang mendebarkan pun tiba, esoknya si kecil yang digendong oleh uminya dibawa dengan kursi roda menuju ruang operasi di lantai 1. Tangan mungilnya sudah diinfus. Si kecil sudah tak boleh lagi makan dan minum. Semakin berdebar kami.

Di ruang operasi, si kecil tak henti-hentinya menangis, dia trauma melihat petugas medis. Kedua tangan mungilnya menggapai keatas, dia ingin ayahnya yang menggendongnya. Hiba hatiku, mataku berkaca-kaca, nyaris air mata ini membasahi pipi. Kalau istri saya sudah tak usah dibilang lagi, dia sudah terisak menangis.

Si kecil sangat dekat dengan saya, kalau lagi sakit atau tak bisa tidur, dia suka saya gendong hingga tertidur.

Setelah saya gendong sebentar si kecil pun tenang. Seorang petugas medis berbaju hijau, memakai penutup kepala dan masker meminta si kecil dari gendongan saya. Dengan berat hati saya melepaskannya. Sikecil pun berpindah tangan, tapi dia tidak menangis lagi, hanya terheran-heran.

Petugas yang ramah pun mengatakan, "Jangan nangis ya, ikut sama opung?"

Kami menatap si kecil dalam gendongan petugas medis sampai tak tampak lagi karena sudah memasuki ruang operasi.

Istriku tak kuasa lagi menahan tangis. Pipinya basah oleh air mata Saya memeluknya dan menenangkannya. Doakan saja si kecil agar operasinya berjalan lancar.

Saat penantian tak henti-hentinya saya berdoa dan memohon keselamatan si kecil yang kami sayangi. Akhirnya setelah dua jam lebih lamanya menunggu, kami pun dipanggil oleh salah seorang petugas medis dari ruang operasi.

Saya dan istri saling pandang, semoga tidsk terjadi apa-apa?

Didalam kami sudah ditungggu oleh dokter bedah yang memakai masker oksigen (maklumlah masih pandemi kan). Dia mempersilahkan kami duduk. Di ruangan ini banyak para petugas medis berbaju hijau, sepertinya tim yang mengoperasi anakku tadi. Dengan perasaan was-was kami bertanya dalam hati, ada apa gerangan kami dipanggil?

"Begini, tadi sudah sekalian kami turunkan testisnya. Ternyata testisnya kecil sebelah, nyaris tidak kelihatan". Dan kami turunkan pun ini bukan apa-apa?" Jelas si dokter membuka percakapan.

"Operasinya sudah selesai dok?" Potong saya hati-hati. Maklum dokter-dokter spesialis yang sudah punya jam terbang kadang punya sikap sombong tak menentu.

"Sudah!" Jawab si dokter.
"Setelah kami teliti ada sifat aneh dari testis ini. Ini dikemudian hari akan menjadi tumor. Tapi ini hanya kemungkinan, bisa iya, bisa tidak. Saya sarankan kalian sering meraba bagian testisnya jika dia sedang mandi, coba perhatikan apakah tidak bengkak sebelah. Jika iya, ini yang kita khawatirkan. Nasib si anak bergantung kepada kalian sebagai orang tuanya yang jeli memantau perkembangannya." Dokter menerangkan panjang lebar.

Sontak jantung saya terasa berhenti, lemas sudah tubuh ini mendengar kabar yang disampaikan si dokter tadi. Istriku cuma menangis memelukku.

"Sabar, jangan menangis dulu?" Dokter tadi menenangkan.

Luruh sudah semangat kami, fikiran tak menentu. Setelah mendengarkan penjelasan doker dan bertanya sekedarnya. Kami pun melangkah keluar dari ruang bedah. Istri, saya suruh menjaga si kecil yang masih belum siuman di ruang pemulihan. Aku sendiri bergegas menuju ke Masjid di areal komplek rumah sakit mengingat waktu Zhuhur telah tiba.

Zhuhurku tak khusyuk lagi mengingat peristiwa tadi. Tapi kupaksakan untuk khusyuk memohon keselamatan si kecil.

Sehabis Zhuhur, di tengah perjalanan menuju ruang pemulihan, semangatku tiba-tiba muncul kembali. Kata dokter tadi ini hanya kemungkinan, bisa iya, bisa tidak. Saya akan berikhtiar memberi si kecil obat-obat herbal seperti madu dan Habbatussauda dimana kedua herbal sunnah tersebut sangat efektif mencegah tumor / kanker. Rencana sedari dini si kecil akan kami berikan madu dan Habbatussauda. Tentunya pertolongan terakhir adalah Doa.

Sampai di ruang pemulihan si kecil masih setengah sadar tapi dia sedang tertidur, terlihat balutan perban di bagian kanan selangkangannya. Sedih saya melihatnya. Saya katakan kepada istri tentang pemberian obat-obat herbal tadi kepada si kecil. Istriku terlihat sedikit tenang. Ya Allah tolonglah kami?

♡♡♡♡♡♡♡♡♡

1 hari setelah operasi si kecil sudah terlihat ceria, kelucuannya pun muncul kembali. Si kecil memang sangat lasak (tak mau diam). Dia tak tahu kalau dirinya sehabis operasi, bawaannya mau turun dari tempat tidur dan jalan-jalan, kami sampai geleng-geleng kepala melihatnya. Suster pun sampai heran, "si Adek kayaknya ga merasa sakit ya, lincah dan semangat sekali?"

4 hari di rumah sakit, infus si kecil sudah dilepas. Dan Alhamdulillah kami sudah diperbolehkan pulang. Dokter anak yang merujuk kami ke rumah sakit ini pun datang memeriksa, semua baik-baik saja. Kami disuruh kontrol satu minggu kemudian.

Alhamdulillah operasi tahap pertama sidah kami lewati, tinggal yang kedua dan ketiga. Masih jadi pemikiran, tapi paling tidak sudah berjalan proses penyembuhan anak kami. Semoga lancar selalu.

(Bersambung bagian kedua)

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post