Keajaiban Operasi Anak Kami (Bagian 4)

Setelah anak kami selesai dengan operasi penurunan testisnya, seminggu kemudian kami kontrol ke poli bedah anak rumah sakit Haji. Kami berharap setelah operasi ini akan mendapatkan jadwal operasi Hipospadia anak kami. Tapi ya itu tadi, keinginan kita ga bisa sejalan dengan kenyataan. Ternyata dokter Erjan masih mempermasalahkan penis anak kami yang masuk kedalam tipe micro penis. Beliau tidak mau operasi asal-asalan, katanya nanti hasilnya jelek.

Disini pun kami kembali kecewa, kapan lah anak kami bisa selesai operasinya, banyak kali prosedurnya. Duhai dokter, tahukah engkau betapa luluh lantaknya kami?

Permasalahannya, tak ada rumah sakit di Medan ini yang menyediakan hormon yang diklaim BPJS. Satu-satunya yang menyediakan hormon hanya di rumah sakit Adam Malik.

What, back to Adam Malik again? No way...!!!

Dokter pun mencoba menyarankan agar mencoba mencari klinik yang menyediakan hormon berbayar. Tapi si dokter sendiri pun ga tahu klinik mana yang menyediakan hormon. Akhirnya sang dokter menyuruh asistennya untuk mencari tahu informasi klinik tersebut. Si dokter meminta nomor WA saya agar diberikan kepada dokter asistennya, agar sang asisten bisa memberi kabar ke saya.

Kami pun pulang dengan tangan hampa dan semangat yang melempem. Seakan tak selesai-selesainya, ada saja hal-hal yang ribet yang diberikan para dokter-dokter ini.

Tapi tak urung saya penasaran juga, apakah benar operasi Hipospadia harus disertai dengan terapi hormon? Saya coba cari penjelasannya di internet, dan hasilnya... MEMANG IYA, sebagian besar situs-situs dokter mengatakan demikian, jika memang penis anak tergolong mikro, dokter akan mengambil langkah melakukan terapi hormon, agar operasi bisa lebih maksimal.

Yo wes lah, saya sedikit tenang.. Saya beritahukan itu ke istri dan ibu saya. Mereka pun akhirnya mau mengerti.

Yang jadi masalah, kemana kami harus mencari si hormon tadi?

Saya coba kembali mencari tahu di internet, dokter apa yang berurusan dengan hormon anak. Browsing sana, sini. Ketemu juga. Hormon anak itu berkaitan dengan endokrin. berarti harus datang ke dokter endokrin anak rupanya.

Tapi dimana harus kami temui praktek dokter endokrin anak, dan bagaimana caranya?

Dengan rasa tak yakin, akhirnya saya memutuskan untuk kembali berkonsultasi ke dokter Nurdiani, dokter pertama yang menangani anak kami. Mungkin beliau tahu dimana dokter endokrin anak yang bisa ditemui.

Dari puskesmas kami kembali meminta rujukan ke rumah sakit Mitra Medika untuk bisa berkonsultasi dengan dokter Nurdiani.

"Kami bingung dok, kemana kami harus mencari hormon?" tanyaku.

"Lha ya di rumah sakit Adam Malik satu-satunya yang menyediakan hormon", kata dokter Nurdiani.

"Kok jadi ke Adam Malik lagi? Lha orang kita berusaha untuk menjauh dari sana, ini malah disuruh lagi kesana lagi?" Batinku..

"Sudah, kalian kesana, biar saya kasih rujukan, temui dokter endokrin (saya lupa nama dokternya -red), kasih surat ini ke dia, bilang mau terapi hormon. Dulu kan saya pernah kasih rujukan ke dokter itu, apa sudah diberikan ke beliau?" Tanya dokter Nurdiani.

Ternyata dulu surat rujukan dokter Nurdiani tidak dia tujukan untuk dokter endokrin yang dimaksud. Makanya kami langsung di tanganin oleh dokter yang lain.

"Tapi dok, di Adam Malik, kami kan baru saja keluar dari sana diam-diam. Data anak kami kan masih disimpan mereka?" Tanyaku

"Engga apa-apa pak 'e. Ga masalah kalau datanya masih disana?" Beliau mencoba meyakinkan.

Baiklah, demi buah hati tercinta, kami mau ke Adam Malik lagi. Tapi dengan catatan, kalau mereka mempersulit / membola-bola lagi, kita langsung cabut pulang, begitu pesanku ke ibu dan istriku.

Kembali Ke RSUP Adam Malik

Kalau sudah trauma, memang sulit melupakannya. Begitu pula, kami sangat trauma dengan rumah sakit ini, di fikiran kami, rumah sakit Adam Malik adalah tempat angker yang harus dijauhi.

Rencananya, kami membawa si kecil dengan data pasien yang baru saja, jadi tidak ketahuan kalau si kecil pernah berobat di rumah sakit Adam Malik ini, tapi berobat dengan data pasien baru ternyata lebih ribet, harus daftar via online, BAH BIKIN SUSAH SAZA..!!

Ya sudahlah akhirnya kita pakai data anak kami yang lama.

Sangat berbeda ya, berobat di rumah sakit Haji dengan rumah sakit Adam Malik. Di rumah sakit Haji lebih adem, lebih bernuansa islami, pelayanannya ga lama. Sementara di Adam Malik...??? Sumpek, perawatnya banyak inang-inang, satpamnya sok galak, pelayanannya buju bune 1 harian ga kelar-kelar. Pergi pagi jam 7 pulang abis Ashar, bayangin luluh lantak ga?

Tapi kami tiba juga di poli endokrin anak, tempat dulu saya berantem dengan salah satu dokter anak disini. Silakan baca kisahnya di artikel yang ke dua.

Tapi ternyata sudah berbeda ya, perawatnya sudah ganti, bukan inang-inang lagi, tapi wanita berjilbab.

Tak begitu lama, kami langsung dipanggil oleh dokter asisten, wah tumben ga pakai nunggu lama. Dokter asisten pun sudah berganti, yang menangani kami saat itu dua orang dokter lelaki. Ternyata dokter endokrin yang dirujuk oleh dokter Nurdiani sudah tidak lagi praktek di Adam Malik, sudah berganti dokternya. Dokter yang sekarang bernama dokter Siska Maya Sari.

Dokter asisten tadi meyakinkan kami kalau dokter endokrin yang sekarang ini juga sama bagusnya. Ya sudah lah kami pun menurut.

Dokter asisten yang sekarang ternyata ramah, ga kayak yang dulu, ngeselin bin nyebelin bin pengen nabokin palanya.

Setelah si kecil diperiksa dan kami ditanya-tanya ini dan itu, akhirnya kami pun disuruh tunggu, karena dokter endokrinnya belum datang. Dan menunggulah kami dalam waktu yang cukup lama, ciri khas rumah sakit Adam Malik.

Ba'da Zhuhur baru dokternya datang. Kami pun dipanggil ke ruangan. Ternyata dokternya ga tua, masih bisa dibilang muda. Beliau pun memeriksa anak kami, beliau meminta hasil test kromosom si kecil. Setelah periksa ini itu, dan bertanya beberapa pertanyaan, kami pun diminta untuk menunggu di luar lagi. Tak berapa lama kemudian kami dipanggil lagi.

"Baik ya, anak bapak kami setujui untuk terapi hormon".

"Alhamdulillah", kami serentak mengucap Hamdalah.

"Tapi dok apakah suntik hormon ini diklaim BPJS?" Tanyaku lagi.

"Iya, diklaim BPJS?" Jawab dokter yang mengenakan masker dan berjilbab itu dengan lembut.

Kami pun mengucap Hamdalah lagi, senang rasanya dengar jawaban yang membangkitkan semangat ini. Dokternya baik, lembut, ga kayak dokter yang dulu, pengen nabokin mukanya.

"Tapi dengan syarat, harus sabar menunggu beberapa anak lagi, tidak bisa suntik sekarang. Karena obat Sustanon ini tidak bisa dipakai untuk satu anak saja, harus dihabiskan satu ampul semuanya. Makanya kita tunggu beberapa anak lagi?" Dokter tadi menjelaskan lagi.

"Sudah terkumpul berapa anak dok?" Tanyaku.

"Sudah ada 7 orang, nanti kita masukkan ke grup WA ya?" Kata beliau lagi.

"Baik dok, kami tunggu, ga apa- apa?" Jawabku.

Selesailah kunjungan pertama kami, setelah mengucapkan terima kasih, dan dibalas oleh dokternya: sama-sama, kami pun pulang dengan hati yang lapang dan semangat.

Selanjutnya saya pun dimasukkan ke grup WA oleh asisten dokter endokrin tersebut. Nama grupnya: SUNTIK SUSTANON GRUP 3. Didalam grup ada lebih dari 7 anggota.

Ternyata ga semua di Adam Malik itu yang menyebalkan dan mengecewakan ya, ada juga yang baik-baiknya.

Terapi Hormon Selama 4 Bulan

Terapi hormon diberikan kepada anak yang memiliki micro penis, jadi bukan hanya penderita Hipospadia saja, selain dari itu kalau memang memiliki penis yang kecil, maka akan diberikan suntik hormon atas izin dokter endokrin.

Pemberian Sustanon (hormon) diberikan sebanyak 4 kali per bulan. Cukup 4 kali tidak boleh lebih, karena obat Sustanon itu mempunyai efek samping. Tapi ternyata banyak anak yamg sudah disuntik Sustanon selama 4 bulan, penisnya ga berubah cukup besar.

Si kecil pun menjalani terapi ini selama 4 bulan, dimulai dari bulan 9 sampai bulan 12 ditahun 2023. Walau pun selama dalam 4 bulan bolak balik dan menunggu itu bukan pekerjaan yang menyenangkan, malah meluluh lantakkan badan ini, tapi ada sukanya juga. Kita punya teman baru yang unik.

Dari kumpulan anak-anak dalam grup WA Suntik Sustanon, ternyata ada seorang anak dan orang tuanya yang berasal dari luar Indonesia. Saya kurang tahu asalnya, tapi dari perawakan dan bahasanya, mereka sepertinya berasal dari Palestina atau Suriah. Namanya pun khas timur tengah (Arab), nama anaknya: Zaid Hassan Raheem.

Anaknya sama lasaknya dengan si kecil kami, lari kesana, lari kemari. Tapi ayahnya sangat ramah, kita sering berbincang-bincang walau dengan bahasa yang acakadul 😀. Maklumlah bahasa Indonesianya tidak lancar, dan bahasa Inggris saya pun acakadul, apalagi bahasa Arab.

Masa 4 bulan itu bukan waktu yang sebentar. Selama itulah saat terapi, para pasien yang tergabung dalam grup WA tersebut terjalin ikatan keakraban.

Begitulah saat terapi berakhir, sepertinya sedih juga untuk berpisah dengan mereka, apalagi keluarga si Zaid ini. Saat ketika mau pulang, saya datangi ayahnya si Zaid? saya salami dia, "kami pamit, semoga cepat sembuh ya?" Entah dia ngerti atau ga? Tapi dia sambut salam saya sambil tersenyum.

Tepat di bulan Februari di tahun 2024, anak kami selesai sudah melaksanakan terapi hormonnya, lumayan ada sedikit perubahan berarti pada penisnya. Saatnya kembali ke rumah sakit Haji. Setelah menerima surat pengantar untuk diberikan kepada dokter Erjan, dari dokter Siska, kami pun mengucapkan terima kasih kepada beliau. Eh beliau mendoakan kami, supaya cepat sembuh. Dokter yang baik, beginilah harusnya dokter, memberikan semangat kepada pasiennya. Saya doakan semoga karirnya bagus, dan jadi dokter yang sukses.

Dokter Bedah Yang Super Ngeselin

Atas rujukan dokter Nurdiani, kami pun bisa kembali ke rumah sakit Haji untuk melanjutkan operasi lanjutan anak kami.

Setelah hampir setahun ga kesini, banyak perubahan terjadi di rumah sakit ini. Ruang rawat inap Muzdalifah sudah pindah ke gedung baru. Banyak tempat-tempat yang adem sudah di rehab, didirikan bangunan. Yah ga adem lagi dong suasananya.

Kami pun akhirnya bertemu dengan dokter Erjan. Ternyata dokter Erjan sudah pakai asisten juga kayak dokter-dokter di Adam Malik. Kami pun menyerahkan surat pengantar dari dokter Siska dan menceritakan kalau anak kami sudah disuntik hormon di rumah sakit Adam Malik selama 4 bulan, sudah ada perkembangan ukuran penisnya.

Bukannya malah apresiasi atau memeriksa penis anak kami, malah si dokter menanyakan surat keterangan tentang kadar hormon si kecil. Surat pengantar dokter Siska hanya dilirik sebentar, dan si dokter menanyakan lagi surat keterangan kadar hormon si kecil. Ya terang aja kami bingung, ga ngerti apa yang dimaksud oleh sang dokter. Lha wong dulu perintah si dokter bedah ini kan cuma suruh suntik hormon. Nah sekarang sudah disuntik, bukannya diapresiasi malah nanya ke persoalan lain lagi. Beeuugh rasa kesalku naik ke ubun-ubun.

"Mana keterangan kadar hormonnya? Saya harus lihat, karena untuk mengetahui apakah nanti dia saat dibedah mengalami pendarahan tidak?"

Kami jawab saja ga tahu, lha memang ga tahu. Ini si dokter dulunya kan cuma suruh suntik hormon, ga ada nyuruh cek kadar hormon segala. Ribet amat sih ini orang, aku ngedumel dalam hati.

"Anak ini belum bisa di operasi, kita mau cek kadar hormonnya dulu. Jadi nanti datang lagi hari Sabtu ya? Dari situ kita bisa putuskan kapan bisa operasinya" kata si dokter yang bikin down semangat kami.

Kami sudah bersabar menahan lelah selama 4 bulan untuk mengikuti instruksinya, saat sudah dilaksanakan, masih ada lagi cingkunek (tetek bengek) lainnya.

Dengan rasa jengkel kami pun kembali ke rumah. Kebayang berapa biaya transportasi kami yang terbuang dengan aturan-aturan dokter seperti ini. Rumah kami jauh dari rumah sakit, sekali pergi naik grab mobil seratusan ribu, pulangnya lagi, kalau sering bolak-balik kayak gini, berapa total biaya transportasi kami. Ada ga dokter-dokter ini mikir sampai disini?

Dokter bedah ini memang sering ngeselin, mentang-mentang dokter senior, ya saya tahu banyak pertolongannya kepada anak kami, tapi rasa kesal kami itu ga bisa gitu aja dihilangkan. Dulu saya pernah bertengkar dengan dokter ini, kalau mau tahu kisahnya, silakan baca disini.

Dan saat kami kembali ke rumah sakit hari Sabtunya, kejengkelan kami semakin menjadi. Bayangin aja, si dokter masih nanyain lagi tentang keterangan kadar hormon anak kami. Katanya dia tak menemukan itu di surat-surat yang kami bawa dari Adam Malik. Pada akhirnya kemudian seenaknya saja dia menyuruh kami untuk cek kadar hormon di laboratoriun Prodia. Tahu sendiri kan kalau di Prodia itu ga gratis, bahkan mahal. Untuk pemeriksaan hormon anak kami saja dikenai biaya 500ribu lebih. Dari mana uangku sebanyak itu, ada ga si dokter ini mikir? Ga habis-habisnya menyusahkan orang. Ya untung saja ibu saya punya simpanan uang, kalau ga gimana nasib kami.

Operasi pun tertunda, esoknya kami harus segera ke Prodia untuk cek hormon anak kami. Disini si kecil kesakitan karena darahnya diambil. Kesalku sudah tak tertahankan rasanya. Aku kuat-kuatkan sabarku.

Hasil dari laboratorium esoknya sudah bisa diambil, tapi kami tidak menerima panggilan dari Prodia, akhirnya lusa baru bisa kami kesana untuk mengambil hasilnya.

Ibu saya sudah trauma habis melihat dokter ini, kata beliau, biarlah kita turuti apa katanya, ga apa-apa keluar uang 500ribu. Kita lihat nanti, kalau masih ribet juga urusannya, kita kembali ke urulogi Adam Malik. Saya sudah pusing duluan.

Setelah hasil dari laboratorium keluar, esoknya kami kembali ke rumah sakit. Kami serahkan surat keterangan tersebut kepada sang dokter. Apa katanya lagi? Apakah harus ini, itu lagi, atau bagaimana?

Kami lihat mimik wajah si dokter, datar saja saat membaca surat hasil pemeriksaan dari prodia tersebut, lalu dia berkata, "Operasi ya, tapi ini operasi meluruskan penisnya ya? Masih bengkok penisnya?"

Lalu dia pun "sat set sat set", pulpennya menanda tangani beberapa kertas (kayaknya surat persetujuan operasi).

Akhirnya operasi juga, walau pun bukan operasi final, tapi ya sudahlah, yang penting prosesnya dijalani. Masih ada satu operasi lagi setelah operasi ini. Kami kuat-kuatkan sabar kami untuk menjalani semua prosedurnya.

(Bersambung)

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post