Ini Alasan Kenapa Para Istri Tidak Betah Campur Dengan Mertua

abinyafathan blog
(ilustrasi)

Banyak para istri yang ga nyaman hidup satu rumah dengan mertuanya. Ini dapat dilihat dari fenomena pasangan suami istri yang sehabis menikah langsung hengkang dari rumah orang tuanya (rumah orang tua suami).

Ini pemandangan yang jamak terjadi di zaman materialistis dan individualistis ini. Hanya sebagian kecil ada anak (laki-laki) yang telah menikah masih tinggal di rumah orang tuanya.

Kalau ditanya, setelah menikah kok memisahkan diri dari rumah orang tua?

Jawaban mereka sudah bisa ditebak!
Kami ingin mandiri, kami ga ingin merepotkan orang tua!

Padahal faktanya mereka segan tinggal satu atap dengan orang tua/mertua, takut ga cocok katanya. Biasanya istri yang paling bete hidup berdampingan dengan orang tua si suami, lalu menarik-narik suaminya untuk keluar dari rumah orang tuanya dengan alasan ingin mandiri. (ngaku aja dah).

Dulu adik saya pernah gagal menikah dengan calon istrinya gegara si calon takut disuruh tinggal satu atap dengan calon mertuanya. Bukan cuma satu, tapi dua calon. Apa ini fenomena istri takut mertua? 😀

Dalam Islam, jika suami meminta sang istri untuk tinggal di rumah orang tuanya, maka istri harus mematuhi keinginan suami tersebut, sepanjang niat suami tidak bermaksud / sengaja menyakiti istri atau melanggar perintah Allah. Maka sudah seharusnya istri taat kepada suami dan bersabar dengan segala konsekwensinya.

"Tapi pak, mertua saya orangnya kaku, ga asyik, cerewet, pengomel, ga sabaran, suka ngatur-ngatur, bla..bla.! Saya ga nyaman, ga betah campur dengan mertua?"

Ini nasehat saya untuk para istri:

Begini ya, sangat jarang kita bisa ketemu dengan orang yang pengertian, lemah lembut, pengalah, penyabar, ga neko-neko, baik hati dan tidak sombong. Sangat jarang itu, nyaris tak kan kita temui. Bahkan perangai suami dan istri saja pun berbeda. Ada istri yang cerewet, ada suami yang penyabar.

Justru karena perbedaan karakter itulah kita bisa hidup berdampingan. Kok bisa? Ya bisa, kalau pondasinya keimanan. Dengan keimanan kita bisa bersikap saling mengerti dan menghormati hak masing-masing. Dan lagi belum tentu sikap mertua yang tak kita sukai itu seburuk yang kita sangkakan?

Jadi kalau ketemu mertua dengan sifat yang tak sesuai dengan diri anda, atau mertua yang punya perangai yang tidak mengenakkan, maka bersabarlah. Apalagi sikap yang tidak mengenakkan dari mertua itu masih bernilai positif. Umpama, mertua ingin kamu sebagai istri harus bisa masak untuk suami, harus rajin bangun pagi, harus rajin beresin rumah, dan lainnya. Jadi tidak ada masalah kalau kamu mau menuruti keinginan mertua.

Mertua juga orang tuamu. Kamu menikah dengan anaknya, ya otomatis ibu dan ayahnya adalah orang tuamu juga. Jadi berbaktilah kepada mertuamu sebagaimana kamu berbakti kepada orang tuamu.

Kita sendiri saja pun sering tak nyaman hidup berdampingan dengan ibu atau ayah kita. Iya kan? Kita ga nyaman dengan aturannya, omelannya, kedisiplinannya, ketegasannya. Tapi kenapa kita bisa bertahun-tahun hidup dengan mereka? Ya karena kita memaklumi bahwasanya mereka adalah orang tua kita, karena kita sudah terbiasa dengan petuah / nasehat mereka.

Jika kamu bisa beradaptasi dengan orang tuamu, kenapa pada mertua tidak? Sama-sama orang tua kan? Intinya bersedia hidup bersabar dan mengalah.

Menikah itu artinya kita siap untuk hidup di zona tak nyaman.

Tapi tetap saja pak, kami sudah menikah, masa masih campur sama orang tua, dimana letak kemandirian kami, lagipula orang tua kita juga belum tentu nyaman tinggal bersama kita?"

Jika semua anak berpikiran seperti anda, maka bagaimana nasib para orang tua yang ditinggalkan oleh anak-anaknya?

Bagaimana jika orang tuamu sudah berusia lanjut dan salah satunya sudah tiada pula? Siapa yang akan merawat dan menjaga mereka?

Atas nama kemandirian, kita "terlantarkan" orang tua kita di hari tuanya.


Tak kan pernah ada kococokan antara istri dan mertua / mertua dan menantu. Karena istri dan mertua itu sebelumnya punya kehidupan masing-masing. Dan tiba-tiba mereka disatukan dalam satu atap dan dituntut supaya cocok. Manalah mungkin?

Yang dicari disini bukan kecocokannya, tapi melatih sikap sabar demi meraih keberkahan. Silakan para istri ganti mindset anda, jika nanti tinggal satu atap dengan mertua jangan mencari kecocokan atau kenyamanan, tapi cocokilah atau nyamankan dirimu dengan mertua.

Jika engkau sanggup menggapai cita-citamu setinggi langit dengan menempuh zona tak nyaman, maka harus sanggup juga menjalani zona tak nyaman saat menikah. Menikah itu harus siap menempuh kehidupan yang tak mengenakkan. Menikah itu harus siap menjalani dunia yang berbeda dengan duniamu sebelumnya.

Tidak akan sia-sia pengorbanan seorang istri dengan segsla konsekwensinya ikut dengan keluarga suaminya. Ada balasan dari Allah untuk para istri yang taat dengan suaminya?

Jangan tinggalkan orang tua saat kita menikah, kecuali memang sudah ada saudara-saudaramu yang lain menjaga mereka. Temani orang tuamu sampai di usia tua mereka.

Nambah Artikel:

Namun jika memang anda tak sanggup lagi hidup berdampingan dengan mertua, ya apa boleh buat, silakan pindah rumah asalkan tidak terlalu jauh dari kediaman orang tua anda. Agar nanti anda bisa mengawasi mereka.

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post