Menikah Itu Bukan Untuk Bahagia

Wah judul tulisannya ga lazim ni, diluar kewajaran. Bisa menuai gelombang kecaman, hehe... Menikah kok ga bahagia, masa sih? Menikah itu dimana-mana ya harus bahagia.

Mendapatkan pasangan yang dicintai, ganteng dan mapan. Pesta yang super meriah, bahagia dengan malam pertama yang aduhai. Kehidupan yang harmonis, rukun, damai dan mesra. Dapat mertua yang sayang dan pengertian. Siip daah..

Tuh kan harus bahagia?

"Eeiit tar dolo... gue tetap bilang menikah itu bukan untuk bahagia!"

"Trus kalo ga bahagia, mau apa, menderita? Loe aja kalee, gua mah kaga? Gua mau bahagia. Yang nikah gue napa loe yang sewot?"

Hehe..

Sini saya jelasin, simak ya?

Menikah memang tujuannya bukan untuk mencari bahagia. Menikah itu untuk mencari keberkahan dan menggapai ridha Allah. Menikah itu untuk menunaikan tanggung jawab bersama pasangan dan anak-anak kita menjalankan Syariat agama.

Siap menikah juga harus siap hidup susah, siap dalam kesabaran. Intinya siap memasuki zona yang tak nyaman.

Dalam pandangan Islam, menikah itu bukan hanya sekedar menyatukan kedua belah pihak dalam ikatan sah, bukan juga semata untuk punya keturunan. Tapi lebih dari itu yaitu ibadah.

Menikah dalam Islam itu ada misi dan visinya. Seperti: Menjalankan Sunnah Nabi, menjaga nasab, terhindar dari dosa, membentuk keluarga yang islami, melahirkan keturunan shaleh. Menjalankan Syariat Islam, menuntun keluarga menuju Syurga, menyebarkan Islam.

Saat penghulu sudah menyatakan SAH ikatan sebuah pasangan. Maka saat itu pasangan tersebut mulai menunaikan masing-masing tanggung jawabnya. Istri yang dulu sebelum menikah harus taat dan berbakti kepada orang tuanya, dan saat menikah bakti dan taatnya berpindah kepada suaminya. Suami yang sebelum menikah, hidup santai tanpa beban apa-apa, dan saat menikah maka dia harus fokus menjadi kepala keluarga.

Istri harus taat dan patuh (dalam kebaikan) kepada suaminya. Suami harus sayang kepada istri dan menunaikan hak-haknya (dalam batas kemampuannya). Istri harus sabar ketika hidup berdampingan dengan keluarga suami, begitu juga suami harus mau berbaur dengan keluarga istri.

Suami bertanggung jawab membimbing istri dan anak-anaknya di jalan agama. Sedangkan istri bertanggung jawab mengasuh dan membimbing anak. Jika suami membiarkan istri dan anak-anaknya berbuat yang dilarang agama. Maka suami ikut menanggung dosa-dosa mereka.

Jika suami belum mendapatkan penghasilan yang layak, maka istri bersabarlah, beri semangat suami dan terus mendukungnya. Jika istri melakukan kesalahan, maka suami juga harus bersabar dan menasehatinya.

Jika suami, istri, dan anak bisa saling menasehati, saling mengingatkan dalam kebaikan, maka turunlah ridha Allah. Akan terciptalah keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah (Samara). Harus diingat ya, keluarga Samara didapat bukan setelah menikah, tapi sebelum menikah. Caranya perbaiki diri jadi orang shaleh, terus cari pasangan shaleh, dan menempuh cara yang berkah dalam menikah.

Kalau begitu kita ga dapat kebahagiaan apa-apa dong dalam pernikahan kita, kecuali hanya kesusahan?

InsyaAllah bahagia..!!!

Lha, tadi bilangnya menikah bukan untuk bahagia, barusan bilang bisa bahagia? Bagaimana ini?

Bahagianya itu ya didalam kesabaran dan keberkahan tadi, hingga mendapatkan ridha Allah? Mendapatkan keluarga shaleh (Sakinah Mawaddah Warahmah) bukankah bahagia namanya?

Makanya untuk bisa mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan yang berkah harus dijalani dengan: IMAN, SABAR, IKHLAS dan BERSYUKUR!

IMAN: Perdalam ilmu agama. Beribadahlah, jangan lupakan Shalat dalam setiap keadaan susah dan senang, meminta kekuatan dan pertolonganNya. Dekatlah kepada Allah dalam setiap langkahmu.

SABAR: Berusaha bersikap sabar saat situasi yang tak mengenakkan. Sabar untuk taat kepada suami, sabar untuk memaklumi dan menyayangi istri, sabar saat suami yang baik dan shaleh belum mampu memberimu nafkah dengan baik, sabar kepada orang tua pasangan kita (mertua) dengan sikapnya yang tak mengenakkan. Bersabar mengharap ridha Allah.

IKHLAS: Ikhlas menjalani pasang surutnya kehidupan rumah tangga karena keimanan.

BERSYUKUR: Bersukur karena berhasil membina rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Tapi menikah juga ada sisi bahagianya juga kok dalam pandangan zhahir (kasat mata), yaitu:
  1. Kamu bahagia karena sekarang sudah punya pendamping (tidak jomblo lagi).
  2. Kamu bahagia sudah punya anak-anak yang elok dan lucu, kamu sudah punya keluarga baru.
  3. Kamu bahagia, pasanganmu adalah orang yang shaleh/shalehah.
Menikah itu tidak akan membahagiakan hati kita yang masih terlena dengan mimpi-mimpinya dunia. Menikah harus siap menjalani tanggung jawab dunia akhirat, siap dengan kehidupan yang tak nyaman.

Nah, sudah faham? Bagi kamu yang belum menikah, buang jauh-jauh mindset bahwa kelak kamu akan mendapatkan pasangan yang membahagiakanmu dalam cinta, yang serasi, yang sehati, yang romantis, mendapatkan keluarga pasangan yang baik hati dan tidak sombong, harta yang berkecukupan, masa depan cerah. Bukan itu bahagia yang dimaksud?

Jika kamu terlalu mendambakan penikahan dengan kebahagiaan duniawi semata, maka saran saya jangan menikah. Sebab kamu nanti akan kecewa kepada taqdirmu. Hidupmu selalu mengeluh, ga sabaran, emosi dan pada akhirnya membuatmu menjadi orang yang tak bersyukur. Padahal menikah itu bukan hanya sekedar menyatukan dua insan dalam ikatan syah, tapi lebih dari itu, yaitu menunaikan tanggung jawab kepadaNya.

Semoga kita mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan kita, bahagia zhahir dan batin, bahagia dunia dan akhirat. Aamiin..

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post