Kalau di ingat-ingat rasanya masih ga percaya saya menikah dengan dia.
Ya, dia yang menjadi pendamping hidup saya sekarang. Saat itu semuanya begitu mudah, begitu singkat, berjalan tanpa ada kesulitan dan segala tetek bengek yang membuat ribet dan pusing kepala. Proses perkenalan pun cuma 2 bulan (tanpa berpacaran di dunia nyata), setelah itu langsung akad nikah, tanpa resepsi/pesta, adat, tidak menggelar panggung nyanyian keyboard, hanya syukuran dan mengundang ustadz, kawan pengajian dan tetangga. Dan setelah itu kami berpacaran, bermesraan setelah menikah, alangkah indah dan romantisnya.
Flashback kebelakang sedikit, pertemuan saya dan istri sama sekali tidak diduga. Awalnya saya bukan ingin menikah dengan dia tapi dengan calon yang lainnya, berhubung karena sesuatu hal akhirnya takdir mempertemukan saya dengan istri saya yang sekarang.
Begini ceritanya:
Waktu itu saya memang sedang dalam proses perkenalan dengan calon istri lain (yang diperkenalkan teman). Saya bimbang memutuskan menikah dengan dia atau tidak. Ya masalahnya perbedaan usia dan hal lainnya yang tidak bisa saya sebut disini. Usia dia lebih tua beberapa tahun diatas saya. Kalau perbedaan usia masih bisa ditolerir, tapi masalah yang lainnya ini yang membuat saya bimbang berat. Saya minta petunjuk dengan Allah di setiap shalat-shalat saya, apakah wanita itu memang baik untuk saya, tak lupa meminta saran adik-adikku.
Ditengah-tengah penantian, Qadarullah kami berduka, kakak yang kami sayangi meninggal dunia, dan itu terjadi di awal Ramadhan. Disini saya benar-benar shock, down dan sedih tiada terkira. Keluarga yang tersisa tinggal tiga orang, adik dan emak, satu adik saya di Surabaya, yang satu lagi bersama saya dan emak. Emak sudah tua, kalau lah beliau sudah tak ada nanti, siapalah teman saya, hanya tinggal saya dan adik di rumah ini. Disini saya menangis diam-diam berhari-hari lamanya. Saat itu saya benar-benar butuh pendamping hidup penyemangat diri, tempat bercerita.
Masih dalam suasana berduka, di hari kedua meninggalnya kakak datanglah bertakziah dua orang anak gadis ke rumah kami. Rupanya mereka teman-teman adik saya, salah satu diantara mereka calon istri adik. Ga tau iseng atau niat mau menolong, tu calon adik ipar menjodohkan temannya ke saya. Jujur saya malas menanggapinya, karena saya anggap mereka itu gadis-gadis alay 😀. Saya masih fokus sama calon yang pertama yang saya sebutkan diatas. Ya tahu sendiri, tipikal calon saya itu kudu ga neko-neko, syar'i dan berwawasan Islami. Tapi saya respon juga beberapa minggu kemudian. Betul saya bilang, anaknya alay, manja, dan rada childish, perkenalan kita gagal karena kita berbeda kesepakatan.
Kini saya fokus dengan calon yang pertama, walau ada rasa ragu tapi sifat kedewasaan dia yang membuat saya tetap tak melepaskannya. Saya putuskan setelah Idul Fitri saya akan datang ke rumahnya sekalian memantapkan hati. Maaf ya, kita berkunjung ke rumah dalam rangka Ta'arufan, bukan PDKT untuk pacaran. Saya sendiri datang dengan adik, sedangkan dia ditemani ibunya.
Dan hasilnya...
Gagal, saya belum bisa menerimanya..
Tapi dia sendiri sudah kadung cinta sama saya, berulang-ulang dia membujuk saya agar mau menerimanya kembali. Tapi maaf dengan berat hati saya tetap ga bisa. Bukan karena saya milih-milih. Ada satu faktor yang berat bagi saya untuk memerimanya. Maafkan saya...
Gagal lagi kesekian kalinya untuk menikah.
Disini saya putus asa dan kecewa setelah sekian tahun menanti, saya fikir dia lah orangnya tapi kok begini ya? Sempat kecewa sama Allah, nah disini ada kejadian religius. Saat kecewa dan sedih-sedihnya, pas masuk Ashar, saya menuju ke Mesjid seperti biasanya. Karena fikiran lagi kalut, Shalat pun ga khusyuk, berantakan pokoknya khusyuknya. Eh pas di rakaat kedua apa ketiga ya lupa saya, nah pas saya sedang sujud, rasa damai seperti merasuki di hati ini, dada yang tadi sesak jadi lega dan lapang rasanya seketika khusyuk pun hadir, tanpa terasa mataku berkaca-kaca, air mataku meleleh di pipi. Seolah ada yang mengatakan, "Jangan bersedih, tetaplah ikhlas dan beribadah kepadaNya, Dia tak kan menyia-nyiakan mu".
Asaku bangkit kembali, aku tersadar dan minta ampun kepadaNya. Sampai di akhir Shalat aku tetap khusyuk hingga rasa damai itu terus membekas. Saya bertekad untuk memperbaiki ibadah dan ingin dekat kepadaNya.
Saya udah ga mikirin jodoh lagi, makin stres nanti. Dan saya pun menjalani hari-hari seperti biasa. Suatu hari saat saya membuka Facebook ada notifikasi permintaan pertemanan. Saya buka notifikasi ternyata cewe, tapi namanya kok familiar ya rasanya, saya klik foto profilnya kayaknya dia nih, kenalan cewe (itu teman adik ipar yang datang takziah tadi). Wah ada apa nih tiba-tiba minta request pertemanan. Ya sudah saya add (terima) saja. Untuk lebih meyakinkan saya chat di inboxnya, ga ada balasan, ga on line ternyata. Saya putuskan untuk kirim SMS saja di no hapenya. Tapi no dia sudah saya hapus, saya bongkar tu sim card demi sim card untuk cek SMS kami yang kemarenn, eh ternyata masih ada. Langsung saya SMS.
"Assalamu'alaykum Wr.Wb..?"
"Masih ingat saya ga?"
"Saya abangnya teman kamu Juli?" Tanyaku dalam SMS
Ga berapa lama dibalas, dia jawab salam saya dan ternyata dia masih ingat.
Saya tanya lagi, gimana kesepakatan tempo hari, apa bisa disanggupi?
Eh ternyata dia masih kekeuh dalam pendiriannya. Kecewa saya, ya sudahlah bukan jodoh fikir saya, wanita kayak gitu ga kan mungkin nyambung sama saya.
Kami terlibat diskusi dalam SMS, saya coba nasehati dia tentang agama, panjang lebar. Dia banyak bertanya, saya jawab apa yang saya tahu.
Saya coba tanya lagi syarat yang belum dia sanggupi tadi. Akhirnya dia berkata:
"Saya mau berjilbab dan memakai rok panjang, tidak memakai celana panjang lagi, karena aslinya saya memang pake jilbab dan bergamis kalau bepergian. Berhubung ini dalam pekerjaan, jadi saya tidak bisa memakainya, nanti saya coba tanya lagi ke Kabag apa boleh pake rok panjang?" Katanya.
"Alhamdulillah, ada sedikit harapan", pikirku. Ternyata memang dibolehkan, yayasan tempat dia bekerja ternyata lumayan islami. Alhamdulillah...
Dalam komunikasi SMS hampir tak pernah saya bercanda, saya selalu menasehati dia. Hingga suatu ketika dia berkata:
"Abang serius mau menikah dengan saya?" tanyanya.
"Ya seriuslah, dua rius pun, emang selama ini saya main-main apa?" Tegasku.
"Kenapa abang mau menikah dengan saya?" Katanya lagi.
"Usia saya sudah tidak bisa dibilang muda lagi, saya punya emak sudah tua, sebelum beliau tiada harapan saya ingin dia melihat saya menikah dan saya ga punya pilihan wanita mana pun saat ini", saya menjawab panjang lebar.
Eh dia luluh, langsung dia menerima saya dan yang bikin surprised beberapa hari kemudian dia merubah penampilannya memakai jilbab syar'i dan memakai rok panjang (itu dia katakan melalui SMS). Sebelumnya saya sempat ajukan permintaan, kalau nanti menikah, apa mau pakaiannya diatur oleh Syariat, pakai jilbab lebar, gamis, kaus kaki dan tidak pakai minyak wangi. Dia menyanggupi Bro, tanpa bantahan sedikitpun. Wah ni anak sudah berubah ada kemajuan. Alhamdulillah..
Yang ironisnya, teman istriku (awalnya calon adik ipar) ternyata tidak jadi menikah. Malah kami yang tidak ada rencana dari awal yang melangsungkan pernikahan. Belakangan saya tahu dari istri bahwa dia tak pernah meminta kenalan dengan saya, itu ulah temannya tadi, entah iseng atau mau membantu teman, ga tau lah. Tapi skenario akhir kami lah yang jadi menikah.
Alhamdulillah, bersyukur semua berjalan seperti yang saya idamkan yaitu pernikahan dengan cara syar'i walau pun tidak 100%. Maklum saya bukan orang aktifis Islam/santri atau anak ustadz, dan tidak ada dukungan untuk menjalani proses pernikahan islami sepenuhnya. Sebelumnya saya sudah pasrah, pasrah dengan apa yang terjadi dengan pernikahan saya yaitu menuruti kehendak/aturan/adat/budaya masyarakat kebanyakan.
Saya yakin (insya Allah) istri saya itu adalah karunia yang diberikan Allah kepada saya, banyak hal yang postif dari dirinya, kejujurannya, kesetiaannya, ketaatannya, kepolosannya, bahkan banyak sifat dia dan saya yang sama. Berarti jodoh toh?
Tiap malam dalam Tahajjud saya selalu berdoa dan meminta agar dimudahkan mendapat jodoh. Kiranya Allah Ta'ala mengabulkan doa saya (Wallahu'alam). Jodoh yang saya minta sesuai yang saya harapkan. Yaitu yang sederhana, ga neko-neko, ga penuntut, mau nerima apa adanya, taat sama suami dan agamanya, sayang sama emak dan keluarga. Dan hubungan kami pun tak hanya sebatas antara suami dan istri tapi layaknya seperti dua orang sahabat karib yang saling curhat, saling menasehati. Kita memang punya sifat yang sama. Mungkin inilah yang membuat kenyamanan dalam hubungan kami.
Semoga Pernikahan kami di ridhai olehnya dan mendapat pernikahan SAMARA (Sakinah Mawaddah Wa Rahmah). Aamiin..
Zaman Now makin susah mendapatkan wanita yang baik akhlak dan agamanya. Banyak wanita dengan paras cantik, body langsing, sexy, tapi awam agama, jadinya ya njelimet, menyulitkan, banyak maunya saat hendak dinikahi. Ditambah adat/kebiasaan jaman Now yang makin keblinger, orang-orang tua banyak meng'harga'kan anak-anak wanitanya saat hendak dipinang (lamar), calon suami tak sanggup dengan mahar pernikahan yang begitu tinggi hingga puluhan juta.
Belum lagi si wanita banyak sangat cingkunek (maunya) saat perkenalan. Yang ini lah, yang itu lah, semua hanya berkutat dalam urusan duniawi. Intinya semuanya menyulitkan calon suaminya. Alhasil tak jadi nikah, umur pun makin bertambah.
Susah mencari wanita sederhana, mau dibimbing, ga banyak bicara, taat suami dan berhijab syar'i pula. Kalau nyari sendiri belum tentu dapat, dicariin juga belum tentu dapat? Maklumlah lingkungan kita bukan dari komunitas syar'i yang notabene faham aturan agama, melainkan dari orang-orang kebanyakan.
Istri saya memang tak secantik, tak se alim dan secerdas akhwat-akhwat (wanita) dari pondok pesantren dan akhwat-akhwat dari majlis ilmu.. Istri saya memang tak seperti mereka, tapi dia mau belajar agama, mau jadi wanita shalehah, dan mau jadi istri yang taat sama suami. Tanpa dia, saya mungkin tak kan duduk dalam ikatan pernikahan. Dia lah yang mau memaklumi kekurangan saya, yang mana, mungkin wanita-wanita lain sangat mustahil mau menerima saya.
Terima kasih ya Allah, Engkau berikan dia untukku setelah sekian lama penantian ini. Semoga rahmat, hidayah, ampunan dan kasih sayangMu senantiasa menaungi kami. Aamiin...
Ya, dia yang menjadi pendamping hidup saya sekarang. Saat itu semuanya begitu mudah, begitu singkat, berjalan tanpa ada kesulitan dan segala tetek bengek yang membuat ribet dan pusing kepala. Proses perkenalan pun cuma 2 bulan (tanpa berpacaran di dunia nyata), setelah itu langsung akad nikah, tanpa resepsi/pesta, adat, tidak menggelar panggung nyanyian keyboard, hanya syukuran dan mengundang ustadz, kawan pengajian dan tetangga. Dan setelah itu kami berpacaran, bermesraan setelah menikah, alangkah indah dan romantisnya.
Flashback kebelakang sedikit, pertemuan saya dan istri sama sekali tidak diduga. Awalnya saya bukan ingin menikah dengan dia tapi dengan calon yang lainnya, berhubung karena sesuatu hal akhirnya takdir mempertemukan saya dengan istri saya yang sekarang.
Begini ceritanya:
Waktu itu saya memang sedang dalam proses perkenalan dengan calon istri lain (yang diperkenalkan teman). Saya bimbang memutuskan menikah dengan dia atau tidak. Ya masalahnya perbedaan usia dan hal lainnya yang tidak bisa saya sebut disini. Usia dia lebih tua beberapa tahun diatas saya. Kalau perbedaan usia masih bisa ditolerir, tapi masalah yang lainnya ini yang membuat saya bimbang berat. Saya minta petunjuk dengan Allah di setiap shalat-shalat saya, apakah wanita itu memang baik untuk saya, tak lupa meminta saran adik-adikku.
Ditengah-tengah penantian, Qadarullah kami berduka, kakak yang kami sayangi meninggal dunia, dan itu terjadi di awal Ramadhan. Disini saya benar-benar shock, down dan sedih tiada terkira. Keluarga yang tersisa tinggal tiga orang, adik dan emak, satu adik saya di Surabaya, yang satu lagi bersama saya dan emak. Emak sudah tua, kalau lah beliau sudah tak ada nanti, siapalah teman saya, hanya tinggal saya dan adik di rumah ini. Disini saya menangis diam-diam berhari-hari lamanya. Saat itu saya benar-benar butuh pendamping hidup penyemangat diri, tempat bercerita.
Masih dalam suasana berduka, di hari kedua meninggalnya kakak datanglah bertakziah dua orang anak gadis ke rumah kami. Rupanya mereka teman-teman adik saya, salah satu diantara mereka calon istri adik. Ga tau iseng atau niat mau menolong, tu calon adik ipar menjodohkan temannya ke saya. Jujur saya malas menanggapinya, karena saya anggap mereka itu gadis-gadis alay 😀. Saya masih fokus sama calon yang pertama yang saya sebutkan diatas. Ya tahu sendiri, tipikal calon saya itu kudu ga neko-neko, syar'i dan berwawasan Islami. Tapi saya respon juga beberapa minggu kemudian. Betul saya bilang, anaknya alay, manja, dan rada childish, perkenalan kita gagal karena kita berbeda kesepakatan.
Kini saya fokus dengan calon yang pertama, walau ada rasa ragu tapi sifat kedewasaan dia yang membuat saya tetap tak melepaskannya. Saya putuskan setelah Idul Fitri saya akan datang ke rumahnya sekalian memantapkan hati. Maaf ya, kita berkunjung ke rumah dalam rangka Ta'arufan, bukan PDKT untuk pacaran. Saya sendiri datang dengan adik, sedangkan dia ditemani ibunya.
Dan hasilnya...
Gagal, saya belum bisa menerimanya..
Tapi dia sendiri sudah kadung cinta sama saya, berulang-ulang dia membujuk saya agar mau menerimanya kembali. Tapi maaf dengan berat hati saya tetap ga bisa. Bukan karena saya milih-milih. Ada satu faktor yang berat bagi saya untuk memerimanya. Maafkan saya...
Gagal lagi kesekian kalinya untuk menikah.
Disini saya putus asa dan kecewa setelah sekian tahun menanti, saya fikir dia lah orangnya tapi kok begini ya? Sempat kecewa sama Allah, nah disini ada kejadian religius. Saat kecewa dan sedih-sedihnya, pas masuk Ashar, saya menuju ke Mesjid seperti biasanya. Karena fikiran lagi kalut, Shalat pun ga khusyuk, berantakan pokoknya khusyuknya. Eh pas di rakaat kedua apa ketiga ya lupa saya, nah pas saya sedang sujud, rasa damai seperti merasuki di hati ini, dada yang tadi sesak jadi lega dan lapang rasanya seketika khusyuk pun hadir, tanpa terasa mataku berkaca-kaca, air mataku meleleh di pipi. Seolah ada yang mengatakan, "Jangan bersedih, tetaplah ikhlas dan beribadah kepadaNya, Dia tak kan menyia-nyiakan mu".
Asaku bangkit kembali, aku tersadar dan minta ampun kepadaNya. Sampai di akhir Shalat aku tetap khusyuk hingga rasa damai itu terus membekas. Saya bertekad untuk memperbaiki ibadah dan ingin dekat kepadaNya.
Saya udah ga mikirin jodoh lagi, makin stres nanti. Dan saya pun menjalani hari-hari seperti biasa. Suatu hari saat saya membuka Facebook ada notifikasi permintaan pertemanan. Saya buka notifikasi ternyata cewe, tapi namanya kok familiar ya rasanya, saya klik foto profilnya kayaknya dia nih, kenalan cewe (itu teman adik ipar yang datang takziah tadi). Wah ada apa nih tiba-tiba minta request pertemanan. Ya sudah saya add (terima) saja. Untuk lebih meyakinkan saya chat di inboxnya, ga ada balasan, ga on line ternyata. Saya putuskan untuk kirim SMS saja di no hapenya. Tapi no dia sudah saya hapus, saya bongkar tu sim card demi sim card untuk cek SMS kami yang kemarenn, eh ternyata masih ada. Langsung saya SMS.
"Assalamu'alaykum Wr.Wb..?"
"Masih ingat saya ga?"
"Saya abangnya teman kamu Juli?" Tanyaku dalam SMS
Ga berapa lama dibalas, dia jawab salam saya dan ternyata dia masih ingat.
Saya tanya lagi, gimana kesepakatan tempo hari, apa bisa disanggupi?
Eh ternyata dia masih kekeuh dalam pendiriannya. Kecewa saya, ya sudahlah bukan jodoh fikir saya, wanita kayak gitu ga kan mungkin nyambung sama saya.
Kami terlibat diskusi dalam SMS, saya coba nasehati dia tentang agama, panjang lebar. Dia banyak bertanya, saya jawab apa yang saya tahu.
Saya coba tanya lagi syarat yang belum dia sanggupi tadi. Akhirnya dia berkata:
"Saya mau berjilbab dan memakai rok panjang, tidak memakai celana panjang lagi, karena aslinya saya memang pake jilbab dan bergamis kalau bepergian. Berhubung ini dalam pekerjaan, jadi saya tidak bisa memakainya, nanti saya coba tanya lagi ke Kabag apa boleh pake rok panjang?" Katanya.
"Alhamdulillah, ada sedikit harapan", pikirku. Ternyata memang dibolehkan, yayasan tempat dia bekerja ternyata lumayan islami. Alhamdulillah...
Dalam komunikasi SMS hampir tak pernah saya bercanda, saya selalu menasehati dia. Hingga suatu ketika dia berkata:
"Abang serius mau menikah dengan saya?" tanyanya.
"Ya seriuslah, dua rius pun, emang selama ini saya main-main apa?" Tegasku.
"Kenapa abang mau menikah dengan saya?" Katanya lagi.
"Usia saya sudah tidak bisa dibilang muda lagi, saya punya emak sudah tua, sebelum beliau tiada harapan saya ingin dia melihat saya menikah dan saya ga punya pilihan wanita mana pun saat ini", saya menjawab panjang lebar.
Eh dia luluh, langsung dia menerima saya dan yang bikin surprised beberapa hari kemudian dia merubah penampilannya memakai jilbab syar'i dan memakai rok panjang (itu dia katakan melalui SMS). Sebelumnya saya sempat ajukan permintaan, kalau nanti menikah, apa mau pakaiannya diatur oleh Syariat, pakai jilbab lebar, gamis, kaus kaki dan tidak pakai minyak wangi. Dia menyanggupi Bro, tanpa bantahan sedikitpun. Wah ni anak sudah berubah ada kemajuan. Alhamdulillah..
Yang ironisnya, teman istriku (awalnya calon adik ipar) ternyata tidak jadi menikah. Malah kami yang tidak ada rencana dari awal yang melangsungkan pernikahan. Belakangan saya tahu dari istri bahwa dia tak pernah meminta kenalan dengan saya, itu ulah temannya tadi, entah iseng atau mau membantu teman, ga tau lah. Tapi skenario akhir kami lah yang jadi menikah.
Alhamdulillah, bersyukur semua berjalan seperti yang saya idamkan yaitu pernikahan dengan cara syar'i walau pun tidak 100%. Maklum saya bukan orang aktifis Islam/santri atau anak ustadz, dan tidak ada dukungan untuk menjalani proses pernikahan islami sepenuhnya. Sebelumnya saya sudah pasrah, pasrah dengan apa yang terjadi dengan pernikahan saya yaitu menuruti kehendak/aturan/adat/budaya masyarakat kebanyakan.
Saya yakin (insya Allah) istri saya itu adalah karunia yang diberikan Allah kepada saya, banyak hal yang postif dari dirinya, kejujurannya, kesetiaannya, ketaatannya, kepolosannya, bahkan banyak sifat dia dan saya yang sama. Berarti jodoh toh?
Tiap malam dalam Tahajjud saya selalu berdoa dan meminta agar dimudahkan mendapat jodoh. Kiranya Allah Ta'ala mengabulkan doa saya (Wallahu'alam). Jodoh yang saya minta sesuai yang saya harapkan. Yaitu yang sederhana, ga neko-neko, ga penuntut, mau nerima apa adanya, taat sama suami dan agamanya, sayang sama emak dan keluarga. Dan hubungan kami pun tak hanya sebatas antara suami dan istri tapi layaknya seperti dua orang sahabat karib yang saling curhat, saling menasehati. Kita memang punya sifat yang sama. Mungkin inilah yang membuat kenyamanan dalam hubungan kami.
Semoga Pernikahan kami di ridhai olehnya dan mendapat pernikahan SAMARA (Sakinah Mawaddah Wa Rahmah). Aamiin..
Zaman Now makin susah mendapatkan wanita yang baik akhlak dan agamanya. Banyak wanita dengan paras cantik, body langsing, sexy, tapi awam agama, jadinya ya njelimet, menyulitkan, banyak maunya saat hendak dinikahi. Ditambah adat/kebiasaan jaman Now yang makin keblinger, orang-orang tua banyak meng'harga'kan anak-anak wanitanya saat hendak dipinang (lamar), calon suami tak sanggup dengan mahar pernikahan yang begitu tinggi hingga puluhan juta.
Belum lagi si wanita banyak sangat cingkunek (maunya) saat perkenalan. Yang ini lah, yang itu lah, semua hanya berkutat dalam urusan duniawi. Intinya semuanya menyulitkan calon suaminya. Alhasil tak jadi nikah, umur pun makin bertambah.
Susah mencari wanita sederhana, mau dibimbing, ga banyak bicara, taat suami dan berhijab syar'i pula. Kalau nyari sendiri belum tentu dapat, dicariin juga belum tentu dapat? Maklumlah lingkungan kita bukan dari komunitas syar'i yang notabene faham aturan agama, melainkan dari orang-orang kebanyakan.
Istri saya memang tak secantik, tak se alim dan secerdas akhwat-akhwat (wanita) dari pondok pesantren dan akhwat-akhwat dari majlis ilmu.. Istri saya memang tak seperti mereka, tapi dia mau belajar agama, mau jadi wanita shalehah, dan mau jadi istri yang taat sama suami. Tanpa dia, saya mungkin tak kan duduk dalam ikatan pernikahan. Dia lah yang mau memaklumi kekurangan saya, yang mana, mungkin wanita-wanita lain sangat mustahil mau menerima saya.
Terima kasih ya Allah, Engkau berikan dia untukku setelah sekian lama penantian ini. Semoga rahmat, hidayah, ampunan dan kasih sayangMu senantiasa menaungi kami. Aamiin...
Tags:
Fathan Mubina