Keajaiban Operasi Anak Kami (Bagian 2)

(Sikecil dan umminya)

Sambungan dari artikel: Keajaiban Operasi Anak Kami (Bagian 1)


Setelah selesai operasi Hernia, si kecil pun keadaannya membaik. Bagian sebelah kanan dekat kantung zakar yang biasanya membengkak jika sehabis aktifitas, kini tidak ada lagi, Alhamdulillah.

Kami pun membawa kembali si kecil untuk kontrol ke rumah sakit Haji. Dokter urologi pun takjub melihat bekas jahitan si kecil sudah kering, hingga tak usah diperban lagi.

Dan kini saatnya, membicarakan rencana operasi ke dua yaitu Hipospadia. Namun saat dokter melihat kembali penis si kecil, dia ragu, terlalu kecil katanya. Dokter memberitahukan kami kalau penis si kecil harus diberi hormon dulu agar sedikit membesar.

Namun hal ini pun terkendala masalah. Masalahnya pemberian hormon tidak diklaim BPJS dan hormon juga tidak ada tersedia di rumah sakit tersebut. Akhirnya dokter bedah pun merujuk kami kembali ke rumah sakit semula dibagian poly anak untuk berkonsultasi dengan dokter anak.

Disinilah awal keribetan terjadi..!!!

Penanganan Medis Yang Membingungkan

Setelah kami tiba di poly anak, dokter tak ada bilang apa-apa, cuma sekedar periksa. Setelah berfikir beberapa detik lamanya, dokter pun memutuskan merujuk kami ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP-HAM). Karena katanya, cuma rumah sakit itu satu-satunya di kota kami yang menyediakan hormon.

"Whaaaat, Rumah Sakit Adam Maliiik...??!!"

Khawatir kami pun membuncah. Siapa yang tak kenal RSUP-HAM? Itu adalah rumah sakit tempat belajarnya para dokter pemula. Para pasien disana saat konsultasi nyaris tidak ditangani oleh dokter utamanya melainkan oleh dokter pengganti, walaupun tetap dimonitor oleh dokter utama. Tapi tetap saja tidak memuaskan pasien yang ingin bertanya langsung. Dan pelayanan di RSUP-HAM ini terkenal ruar biasa lamanya, kalau dari jam 7 pagi kita daftar, bisa dipanggil paling cepat jam setengah 11 atau setengah 12. Itu pun dipanggil tahap pertama, masih ada panggilan-panggilan lainnya yang sampai 4 tahap. Jarak tiap panggilan 2-3 jam lamanya. Bayangkan betapa luluh lantaknya tulang persendian dan tubuh ini kalau berobat ke rumah sakit tersebut. Belum lagi ada isu-isu mal praktek disana yang bikin kami tambah cemas. Sedari awal kami sudah sangat berharap tidak di over rumah sakit itu lagi. Tapi ternyata keinginan tidak sesuai kenyataan.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Bagaimana pun tidak sukanya kami, namun upaya penyembuhan si kecil harus berjalan terus. Maka pagi sekali kami sudah bersiap menuju ke RSUP-HAM. Ba'da Shubuh jam enam lewat kami berangkat dengan memesan Grab mobil, lumayan jauh jarak dari rumah kami ke rumah sakit.

Tiba di rumah sakit jam tujuh lewat, setelah satu jam menunggu nomor panggilan, kami pun naik ke lantai 2 menuju poly anak, waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Di poly anak masih sepi, petugas/perawat belum ada yang kelihatan. Kira-kira 2 jam baru perawat datang. Setelah jam 11 lewat baru kelihatan dokternya datang. Tapi kami belum juga dipanggil masuk. Rupanya yang datang tadi bukan dokter utama, melainkan dokter pengganti. Ruar biasa kan? Seolah tak pernah usai kalau berobat di rumah sakit ini.

Pukul setengah dua belas siang, baru nama si kecil dipanggil. Saya pikir saat dipanggil masuk, si kecil langsung ditangani oleh dokter utamanya dan segera diberi suntik hormon. Tapi ternyata tidak. Entah sudah berapa kali kami dipanggil bolak-balik keluar masuk ruangan dan kesemua itu cuma tanya jawab dan catat mencatat oleh dokter-dokter pengganti yang berganti-ganti tersebut.

Dan saat pemanggilan terakhir, si dokter pengganti pun akhirnya mengatakan bahwa si kecil terlebih dahulu harus di USG dan melakukan test Kromosom. Tindakan USG bisa dilakukan di RSUP-HAM ini dan gratis karena ditanggung BPJS. Sedangkan test Kromosom harus dilakukan di laboratorium Prodia dan tidak diklaim BPJS. Biaya sekali test dikenakan 2 juta rupiah.

Subhanallah, dari mana uang sebesar itu untuk kami yang penghasilannya pas-pasan. Ibu saya kebetulan tidak menyimpan uang. Adik saya yang di Surabaya pun sedang dalam musibah saat itu, dia dan istrinya terkena Covid-19 dan sedang dalam isolasi, tidak bisa membantu banyak. Jadilah kami bingung sendiri. Akhirnya saya nekat minta bantuan seluruh keluarga. Saya minta tolong emak menelepon salah satu keluarga untuk memohon bantuan.

Alhamdulillah, seluruh keluarga besar ayah dan ibuku tergerak hatinya mengumpulkan dana, lebih dari 2 juta terkumpul dan diserahkan kepada kami. Teima kasih kami ucapkan kepada keluarga. Semoga Allah saja yang membalas kebaikan mereka.

Tiga kali kami bolak balik ke RSUP-HAM ini hanya untuk urusan USG. Tahu sendiri bahwa tak ada urusan sebentar di rumah sakit terbesar milik pemerintah ini. Dari pagi kami mendaftar, dan pulang ke rumah jam 3 sore. Padahal cuma urusan USG. Itu pun hasilnya dua hari lagi baru bisa diambil. Maklumlah beginilah nasib pengguna BPJS. Harus ekstra sabar.

Setelah urusan di rumah sakit selesai, kami pun bergegas ke Laboratorium Prodia yang berlokasi di jalan S.Parman. Disana si kecil kembali diambil darahnya (kasihan dia menangis kesakitan, sabar ya nak), dan sampel darah tersebut akan dibawa ke laboratorium Prodia Pusat di Jakarta. Kami disuruh menunggu 2 bulan lamanya untuk menerima hasil test Kromosom.

Setelah aktifitas tersebut kami pun beristirahat selama dua bulan, tidak lagi bolak balik ke rumah sakit. Hatiku masih tak tenang jika mengingat kenyataan bahwa si kecil ditangani di RSUP-HAM. Mengingat cerita-cerita yang ga mengenakkan yang pernah terjadi. Tapi adik sepupu saya yang bekerja di rumah sakit umum Pirngadi menenangkan hati saya.

...Dalam dunia kedokteran mal praktek bisa saja terjadi karena banyak faktor seperti human error atau kondisi pasien yang memang sudah komplikasi/parah. Gak usah jadi beban fikiran abang..
Berobatlah ke Rumah Sakit Adam Malik kalau memang dirujuk kesana, karena disana banyak ahlinya. Kita harus ikhtiar bang... Hal-hal yang belum terjadi tidak usah difikirkan jadi beban buat abang dan keluarga.
Bismillah aja bang...👍💪💪

Quoted diatas adalah pesan WA adik sepupu perempuan saya yang menenangkan dan membesarkan semangat saya.

Selama dalam penantian, saya banyak beribadah, dan melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti menghadiri acara kajian Tabligh Akbarnya Muhammadiyah, dan kebetulan disana ada sesi pengumpulan infaq pembangunan Masjid. Mulanya saya berniat hanya menyumbang dalam jumlah kecil, karena memang uang sudah tak ada lagi. Tapi saya sadar, kalau saya sangat butuh pertolongan Allah. Kalau kita mau ditolong Allah maka harus perduli kepada kepentingan agama dan ummat. Dan, Bismillah, saya serahkan hampir semua uang (yang sedianya untuk keperluan obat saya) ke panita pengumpulan infak Masjid. Dengan mata berkaca-kaca, dalam hati saya berdoa lirih, "Ya Allah ya Rabb, berilah kesembuhan kepada anak kami, mudahkanlah segala urusan kami?"

♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Dua bulan pun berlalu, tepatnya diakhir Desember kami dipanggil oleh Prodia via telepon, hasil test Kromosom si kecil telah keluar. Esoknya kami kesana. Setelah saya terima hasil testnya, saya buka amplop besar dan membaca sebuah surat yang mirip dengan lembar ijazah, disitu tertulis bahasa medis yang tak saya ketahui, tapi di beberapa bagian disebutkan si kecil Kromosomnya normal, berarti dia memang laki-laki. Alhamdulillah.

Dan tibalah saatnya kami kembali ke RSUP-HAM untuk menyerahkan hasil test kromosom si kecil. Seperti yang saya duga, dokter pengganti pun berkata hasilnya normal, Kromosom si kecil berjumlah 24, dan dia berjenis kelamin lelaki, tapi disarankan perlu pemeriksaan lebih lanjut seperti MRAI.

Setelah semua urusan tadi selesai, tiba-tiba kami dirujuk ke bagian Urologi di RSUP-HAM ini. Kata si dokter, tugas poly anak sudah selesai, selanjutnya si kecil akan ditangani oleh tim bedah Urologi.

Betapa terkejutnya saya, kok main rujuk aja, rujuknya bukan ke rumah sakit Haji (tempat bedah si kecil yang semula) tapi ke dokter lain? Saya katakan bahwa anak saya sudah ditangani oleh dokter bedah Urologi anak di rumah sakit Haji beberapa bulan yang lalu. Kenapa kami tidak dirujuk kembali ke rumah sakit semula yaitu rumah sakit Haji?

Saya pun menanyakan perihal pemberian Hormon tersebut. Niat awal kami ke RSUP-HAM ini karena dirujuk oleh dokter anak di rumah sakit Haji tersebut agar si kecil bisa diberikan hormon. Kok sekarang malah di over ke Urologi dengan dokter yang lain pula? Saya menjelaskan panjang lebar ke dokter anak wanita tadi.

Eh si dokter emosi, dia ga menerima penjelasan saya tadi. Yang katanya saya ini ga mau mengikuti prosedur rumah sakit lah. Terang saja emosi saya naik, dengan suara meninggi saya bertengkar dengan dokter itu, saya bilang saya ini capek, sudah habis dana kami bolak-balik kemari, ditambah rasa khawatir dengan anak kami, kok enak saja bilang saya ga mau ikut prosedur rumah sakit. Anak saya kan awalnya dirujuk kemari untuk pemberian hormon, bukan malah mau dioperasi oleh dokter rumah sakit ini.

Si dokter tadi malah ga terima teguran saya, entah apa-apa yang dia katakan. Istri saya sudah menyikut kaki saya dibawah meja memberi isyarat agar saya tenang, jangan emosi. Tapi saya sudah terlanjur emosi. Ayo ramai sekalian, mau saya marahin itu dokter yang ga tahu perasaan orang.
Tapi saya teringat nasib si kecil, amarah saya kendurkan. Tapi saya tetap ngotot menanyakan pemberian hormon tersebut.

Dokter tadi mengatakan, di rumah sakit ini memang tersedia hormon, tapi tidak asal beri, kita lakukan upaya pemeriksaan dulu, kalau memang memungkinkan kami akan berikan hormon tersebut. Pemberian hormon itu tidak boleh asal beri pak? Kata si dokter anak.

"Lantas kenapa sedari awal kalian tidak mengatakan hal ini, kalian suruh kami cek USG, test Kromosom dan tahu-tahu kalian rujuk kami ke bagian Urologi? Kami pikir semua tetek bengek pemeriksaan ini berujung kepada pemberian hormon anak kami?" Saya masih emosi.

Benar-benar dokter egois, seharusnya dia memaklumi kemarahan dan protes saya bukan malah menyalahkan. Benar yang dibilang orang, apapun kata pasien, dokter lah yang benarnya. Tak perduli walau dia salah.

Namun akhirnya saya pun mengalah, abis mau gimana lagi, mau pindah ke rumah sakit mana lagi saya? Kami cuma orang kecil, mana bisa protes? Dengan menentramkan hati dan menjernihkan pikiran, saya dan keluarga memutuskan untuk tetap mengikuti prosedur di rumah sakit ini. Karena saya fikir apa yang dibilang dokter wanita tadi benar adanya. Dulu pun dokter anak si kecil berkata demikian, harus USG, harus test kromosom dan lainnya baru kemudian dirujuk ke Urologi. Hanya saja yang saya sesalkan tidak ada penjelasan yang sejelasnya dari para dokter-dokter ini. Saya tahunya anak saya dirujuk kemari karena membutuhkan hormon. Tapi pihak RSUP-HAM ini main ambil alih saja. Dan ketika saya keberatan tentang tindakan mereka, malah saya yang disalahkan?

Setelah kejadian tersebut saya bertanya-tanya, kenapa dokter-dokter anak sebelumnya, saat memeriksa si kecil kok ga ada menyarankan periksa ini, periksa itu, ujug-ujug main rujuk ke Urologi. Dan saat operasi Hernia si kecil pun tak ada periksa ini dan itu, langsung tindakan operasi. Apa dokter-dokter anak tersebut ga faham tentang Hernia dan Hipospadia? Anak ku seakan jadi korban ketidak tahuan dokter-dokter tersebut. Semakin membingungkan medis ini?

Fikiranku ga tenang, setelah tahu anakku ditangani tim bedah Urologi di RS Adam Malik. Disitu saya sangat membutuhkan pertolonganNya. Kami serahkan jalannya operasi si kecil kepada Yang Maha Menjaga dan Yang Maha Menyembuhkan.

Operasi si kecil yang kedua dan pertolongan Allah

Kami tiba di poly urologi, seperti biasa proses yang melelahkan menunggu antrian panggilan harus kami lewati. Setelah melewati panggilan satu, dua dan ketiga, maka dokter pun memutuskan si kecil operasi minggu depan. Fokus operasi masih di area testis. Karena beberapa kali tim USG dan Tim bedah Urologi mengatakan testis si kecil masih belum turun. Perlu diturunkan lagi agar menghindari resiko tumor kelak.

Kasihan si kecil, baru beberapa bulan yang lalu area testisnya di operasi, kini harus diulang lagi. Kami cuma menarik nafas panjang dan menabahkan diri. Sekali lagi pertolonganku hanya Allah. Dia-lah tempatku bergantung. Usai sudah pemeriksaan, saat itu sudah tidak ada aktifitas rumah sakit karena para karyawan sudah pada libur mengingat beberapa hari lagi pergantian tahun baru.

Awal Januari 2021 kami kembali ke RSUP-HAM. Masih ada beberapa prosedur lagi sebelum mengakhiri kunjungan terakhir jelang operasi anak kami, yaitu Scan Radiologi, ambil darah, dan test SWAB. Untuk poin dua dan tiga kembali si kecil menangis kesakitan. Tapi Alhamdulillah saat test SWAB tidak begitu menyakitkan dan prosesnya sebentar. Hasil SWAB akan diterima 3 hari lagi dan hasilnya negatif (Alhamdulillah). Tepat dihari itulah si kecil langsung di rawat inap (opname) dan kemudian besok paginya akan dioperasi tahap kedua.

Rencana hanya saya dan istri yang akan menemani si kecil di rumah sakit, sedang ibuku pulang. Tapi berhubung foto rontgen si kecil diminta kembali oleh dokter dan kebetulan dibawa ibuku pula. Jadi terpaksa ibu datang lagi ke rumah sakit dan akhirnya ya ikut menginap. Tapi ga ada masalah, walau malamnya terlihat pasukan satpam merazia kamar-kamar pasien, siapa tahu ada keluarga pasien yang lebih dari satu orang, maklumlah masa pandemi ga boleh ada tamu yang besuk. Covid ini memang betul-betul bikin susah orang.

Jam 12 tengah malam si kecil diinfus dan sudah tak boleh makan dan minum lagi, kami terpaksa memberinya susu dengan porsi sedikit banyak.

Malam pun cepat berlalu, jelang fajar, alarm HPku mengumandangkan lantunan Surah Ibrahim di ayat ke 28 dengan suara merdunya Syaikh Mishari Alafasy. Ku lihat jam di HP menunjukkan pukul setengah 5 dini hari. Teringat lagi akan operasi anakku yang semakin dekat. Ku paksakan diri bangun dalam kantuk yang sangat kuat. Kuambil baju, lobe, masker dan celana cingkrangku dari tas dan segera bersalin di kamar mandi. Bergegas untuk Shubuh.

Suasana di rumah sakit jika dini hari sepi dan lengang. Nyaris tak tampak manusia satu pun. Para perawat juga tak kelihatan di posnya. Saya meneruskan menuruni tangga ke lantai 1, melewati meja satpam. Tampak sang satpam sedang tertidur pulas di kursi panjang. Masa petugas-petugas pada tidur semua? Ku langkahkan kaki menuju Masjid yang masih berlokasi di areal komplek RSUP-HAM ini. Belum ada jamaah yang datang, masih satu-dua. Aku langsung menuju ruang wudhu. Saat memasuki pintu Masjid milik RSUP-HAM ini, disitu terpampang 3 kotak infaq. Teringat niatku yang ingin berinfaq, Bismillah, aku masukkan selembar uang kertas di kotak infaq untuk anak yatim dan kaum dhuafa. Adzan Shubuh pun berkumandang. Saat shalat tak henti-hentinya aku memohon kepadaNya akan kesembuhan dan keselamatan anakku, mataku berkaca-kaca saat sujud.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Tibalah waktu yang tak mengenakkan ini. Tepat jam 8 pagi, si kecil dibawa ke ruang operasi dengan digendong uminya yang duduk ditempat tidur. Kami pun menuju ke lantai 3.

Mulutku tak henti-hentinya berdzikir. Lagi-lagi suasana yang tak mengenakkan begini ysng harus aku hadapi. Di ruang operasi sudah menunggu tim anestesi dan bedah. Si kecil pun ditenangkan dahulu, bajunya di buka diganti dengan baju khusus operasi. Beberapa menit kemudian petugas anestesi menyuntikkan cairan ke selang infus si kecil. Si kecil menangis kesakitan. Kasihan engkau nak, diumur segini harus mengalami hal seperti ini. Mataku berkaca-kaca, aku terus berdzikir dalam hati.

Tak berapa lama si kecil sudah terlihat mengantuk dalam gendongan uminya. Obat bius telah bekerja. Kami makin sedih melihatnya. Dia tidak menangis lagi, hanya terlihat kebingungan. Dan tim bedah pun meminta si kecil dalam gendongan uminya. Si kecil masih terkantuk-kantuk dalam gendongan petugas. Pintu ruang operasi pun ditutup. Kami disuruh menunggu di lantai 4. Saat itu pecahlah tangis istri dan ibuku. Aku sendiri pun sudah tak kuasa lagi membendung air mata ini.

Di ruang tunggu operasi, aku tak pernah menyentuh HP, kuhabiskan waktu hanya berdzikir dan memohon pertolongan kepada Allah, agar dilancarkan jalan operasi anakku dan dijauhkan dari segala hal yang tidak diinginkan. Air mataku pun menetes jatuh. Istriku hanya menangis.

Beberapa menit kemudian terdengar suara panggilan dari kotak pengeras suara di ruang tunggu tersebut.

Kepada keluarga Muhammad Fathan segera ditunggu di ruang bedah!

Saya, istri dan ibu saling pandang, ada apa panggilan ini? Rasa tak enak pun mengganggu fikiran kami?

Aku bergegas menuruni tangga menuju ke ruang operasi diikuti istri dan ibuku. Dipintu masuk telah menunggu seorang perawat.

"Bapak, orang tuanya Fathan?" tanya perawat tadi.

"Benar Sus!" jawabku.

"Silakan masuk ke ruang bedah, ditunggu oleh dokter. Sebelumnya harap ganti masker bapak dengan masker medis ini, pakai penutup kepala dan jubah ini, lepaskan sendalnya ya pak?"

Aku pun langsung menuruti apa yang diperintahkan suster tadi. Perasaanku makin ga enak, fikiranku tak menentu. Ada apa dengan anakku? Istriku langsung menangis.

"Jangan menangis Bu, operasi pun belum dimulai?" tegur petugas bedah.

Dengan mengucapkan Bismillah dan doa, aku mengikuti petugas bedah yang memasuki ruang bedah.
Didalam ruang bedah sudah berkumpul dokter dan tim bedah. Didepan dokter dan tim bedah tampak anakku terbaring di atas tempat tidur ditutupi kain, hanya daerah kemaluan saja yang terbuka. Terlihat sebuah alat bedah menempel di penis anakku.

"Begini, kami sudah memeriksa dan meneliti tadi, posisi testis anak bapak itu sudah bagus, walau pun masih belum turun. Tapi nanti akan turun sendirinya saat usianya bertambah. Alangkah lebih baiknya kalau kita sekarang langsung menangani penisnya, itu lebih banyak manfaatnya." Dokter bedah urologi tersebut menjelaskan dengan nada yang lembut.

Apakah tak ada efek samping kalau tak dilakukan operasinya Dok?" tanyaku berhati-hati.

"Oh tak ada efek samping" jawab si dokter.

"Apakah bapak bersedia kita tangani sekarang penisnya?" tanya si dokter lagi.

"Bagaimana baiknya dokter saja?" jawabku akhirnya.

Alhamdulillah Ya Allah, semoga ini kabar baik buat kami? Aku kira tadi dipanggil ada apa?

Akhirnya saya dituntun keluar dari ruang bedah dan disuruh menanda tangani surat yang menyatakan keizinan saya tersebut.

"Ada saksinya pak? Ini ada tanda tangan untuk saksi?" tanya petugas bedah.

"Istri saya boleh?"

"Boleh pak, silakan panggil istrinya masuk ya?"

Istri dan ibuku sudah menanti diriku keluar dari ruangan. Aku panggil istri untuk menanda tangani surat persetujuan tersebut. Kujelaskan sama ibuku hal pertemuan dengan dokter tadi. Ibu pun mengucap syukur.

Aku menyusul istri ke ruangan tunggu bedah. Istriku masih menangis. Seorang perawat menasehati, "Berdoa saja bu?"

Setelah keluar dari ruang operasi, aku peluk istriku, aku usap rambutnya yang tertutup jilbab panjang. Ku jelaskan semua apa yang dikatakan dokter tadi sewaktu di ruangan bedah. Mendengar hal tersebut, istriku tampak sedikit tenang.

Aku juga heran dengan peristiwa pembatalan operasi ulang Hernia si kecil tadi. Padahal sebelum operasi, para dokter-dokter pengganti itu begitu seriusnya menerangkan kepada kami kalau testis anakku masih bermasalah dan harus diturunkan kembali. Tapi dokter bedah utamanya tadi bilang posisi testis anakku sudah bagus. Mungkin inilah pertolongan Allah Azza Wa Jalla. Dadaku semakin lapang rasanya.

Operasi berjalan dua jam lamanya, kami pun dipanggil kembali. Salah satu diantara kami disuruh menjaga si kecil, saya menyuruh uminya yang mendampingi.

Saya sendiri tak sempat melihat kondisi si kecil karena yang boleh menjaga hanya 1 orang. Biarlah si kecil dijaga uminya. Hatiku tak sekhawatir saat sebelum dioperasi tadi.

Kurang lebih 2 jam, aku dipanggil istri via WA, katanya si kecil sudah bisa dibawa ruangannya semula.

Saat melihat kondisi si kecil jadi hiba hati ini. Tubuhnya hanya diselimuti pakaian operasinya, dibagian penisnya di tutup perban dan di lubang saluran kencingnya tampak selang kateter terpasang, makin sedih rasanya. Si kecil masih terkantuk-kantuk dalam pelukan uminya diatas tempat tidur. Pengaruh bius masih kuat. Tapi kami sudah diperbolehkan keluar dari ruang pemulihan.

Alhamdulillah tak ada kendala berarti, 1 hari berlalu si kecil sudah nyengir dan lasak lagi, memang tu anak ga mau diam, sampai infusnya bengkok terpaksa di pasang lagi.

4 hari lukanya sudah kering. Hampir seminggu kami baru di bolehkan pulang dengan selang kateter yang tak boleh dilepas. Dokter pengganti menyuruh kami kontrol seminggu lagi.

Seminggu di rumah sakit kondisi badan kami tak usah ditanya lagi, lelah tiada terkira, tidur dan makan yang tidak teratur. Saya sendiri nyaris drop, untung bawa herbal Habbatussauda. Tapi kelelahan, kekhawatiran yang tiada tara itu tak kami hiraukan, yang penting buah hati kami bisa sembuh dan sehat.

Sekarang kateter si kecil sudah dilepas, dan diapun kembali lincah, ribut dan gembira. Bahagia kami melihatnya. Saya dan istri makin sayang kepadanya. Saat ini kami sedang menunggu panggilan jadwal operasi ke tiga dari pihak RSUP-HAM. Semoga selalu lancar dan dimudahkan serta dijauhkan dari segala mara bahaya. Mohon doa para pembaca sekalian untuk kesembuhan buah hati kami tercinta.

(Rengas Pulau, Jumadil Akhir 1442 Hijriyah)

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post