Salahkah Suami Jika Istri Yang Mencari Nafkah?

Memberi nafkah keluarga itu sejatinya memang tugas suami. Suami menjadi tempat bernaung bagi istri-istri dan anak-anaknya. Makanya Allah Azza Wa Jalla menjadikan laki-laki itu sebagai mahluk yang kuat ketimbang wanita. Tapi apa jadinya jika mahluk yang kuat itu ternyata diambil alih oleh wanita?

Ini fakta, Qadarullah, kondisi perekonomian di negeri inilah yang memaksa keadaan jadi berbalik. Gagalnya pemerintah mensejahterakan rakyatnya penyebab semua masalah ini. Tugas suami yang sedianya menjadi pencari nafkah tergantikan oleh istri. Banyak para istri yang bekerja banting tulang mencari nafkah demi menghidupi keluarganya, karena suami tak kebagian mendapatkan pekerjaan.

Keadaan yang memaksa sang istri mengganti tugas suami bukan tanpa sebab. Kondisi ekonomi yang sulit di negeri ini menyebabkan susahnya mencari pekerjaan. Mencari kerja itu sama sulitnya seperti mencari wanita shalihah, atau seperti mencari jarum dalam jerami. Apalagi negeri ini baru saja dilanda pandemi Covid yang menyebabkan banyak pekerja yang di PHK. Pengangguran semakin bertambah. Ditambah saat ini naiknya harga BBM semakin mempersulit orang-orang yang susah.

Mencari pekerjaan di Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jangankan mencari pekerjaan yang mapan dengan masa depan cerah seperti PNS, BUMN, atau perusahaan asing yang gajinya diatas UMR, pekerjaan kasta bawah kayak cleaning service, pelayan di toko, swalayan, rumah makan, rumah sakit, cafe, atau kuli sekalipun tak mudah untuk didapat?

Dibutuhkan koneksi / kenalan / orang dalam bahkan jalan pintas yaitu sogok / suap untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Kalau kita tak punya kenalan dan orang dalam, jangan harap bisa gampang mendapatkan pekerjaan, hatta pekerjaan kasta bawah sekalipun. Apa anda fikir hanya dengan modal mendatangi perusahaan (dari pintu ke pintu) terus kita bisa dapat pekerjaan? Oh no way man, terlalu lugu... tak ada ceritanya untuk di negeri +62 ini!

Belum lagi seabreg syarat yang menyulitkan seperti usia pelamar harus muda, berpengalaman, masih lajang, ganteng/cantik, dan sekarang ini kebanyakan lowongan kerja diutamakan wanita.

Hal inilah yang membuat para suami kesulitan mencari pekerjaan. Apalagi usia pun tidak muda lagi, kenalan pun tak ada. Terpaksa kerja serabutan (mocok-mocok). Sementara alternatif mencari nafkah dengan jalan berdagang pun sama saja susahnya. Modal tak ada, pedagang pun banyak yang tutup usaha karena sepi pembeli.

Sementara pendapatan yang didapat dari pekerjaaan level bawah pun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Gaji rendah dibawah UMR, tenaga diperas dengan bekerja laksana lembur dari pagi sampai malam. Memang para pemilik usaha ini hanya ingin mengejar keuntungan sendiri tanpa memikir keadaan karyawan.

Mau tak mau, istri terpaksa turun tangan membantu atau mengambil alih tugas suami. Kaum hawa yang memang lebih mudah mendapatkan peluang pekerjaan, membuat makin banyaknya lowongan kerja diisi wanita.

Lantas salahkah suami, bila istri yang bekerja?

Suami yang malas atau memang tak mau bekerja memang layak disalahkan. Suami yang sengaja menjadikan istri menjadi mesin pencari nafkah jelas ini tidak dibenarkan, suami seperti ini akan menuai dosa karena melalaikan hak dan tanggung jawabnya. Tapi bagaimana dengan suami yang memang ingin sekali bekerja tapi tidak mendapatkan kesempatan? Mereka sudah berikhtiar mencari pekerjaan kesana kemari namun belum membuahkan hasil.

Seperti yang saya jelaskan diatas, mencari pekerjaan itu susah, sekalipun itu pekerjaan kelas bawah. Mendapatkan pekerjaan itu bukan seperti kita meminta sesuatu kepada orang lantas didapat. Harus ada orang yang kita kenal, sekalipun tidak menyogok/suap, minimal ada orang yang dikenal agar ada kepercayaan. Ini juga belum tentu diterima kerja. Kalau hanya modal mendatangi perusahaan, jangan berharap banyak. Maklumlah di alam +62 ini, nepotisme sudah mendarah daging.

Orang-orang yang bermudah-mudah menuduh malas bekerja, tidak melihat fakta dilapangan. Mereka hanya menilai orang dengan ukuran mereka. Jika dia bisa sukses, maka orang harus bisa, jika dia bisa bertahan, maka orang harus bisa. Ini namanya maksa. Padahal kondisi seseorang itu berbeda-beda. Coba anda-anda yang pintar cari duit atau yang mudah mendapatkan pekerjaan mapan, coba dibalik, anda berada di posisi orang-orang yang kesulitan mencari pekerjaan tersebut dengan segala situasi dan kondisi mereka, apa yang anda lakukan? Tidak semua orang punya peluang, anda harus jujur melihat hal ini.

Jangan bermudah-mudah menuduh orang yang menganggur itu malas bekerja? Anda tidak tahu bagaimana kisah kehidupan mereka. Tidak semua suami yang tidak bekerja itu pemalas. Jangan lupakan fakta bahwa lapangan pekerjaan sangat susah di negeri yang tak bisa dibilang sejahtera ini.

Para istri yang bekerja sebenarnya sudah maklum bagaimana kondisi suaminya, dan mereka ikhlas membantu tugas suami mencari nafkah, dan mereka juga tetap sayang dengan suami-suami mereka. Dan saya yakin para suami yang baik tak ingin kondisinya seperti ini. Tak ada suami yang ingin menganggur, karena menganggur itu menderita.

Tak ada masalah, yang bikin masalah hanya para nyinyiriyun (tukang nyinyir) dan wanita-wanita pengeluh. Mereka yang suka ngompor-ngomporin dan membuat masalah baru.

Semoga para istri yang bekerja membantu suaminya dengan ikhlas mendapatkan pahala Syurga, diberi kekuatan lahir dan batin, dan semoga para suami yang belum juga mendapatkan pekerjaan segera mendapatkan pekerjaan atau usaha yang layak.

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post