Masjid Millenial



"Mas, gak boleh nyolok disini, nyolok HP di sono noh, colokannya deket toilet. Ini mah mesjid!"

Seorang petugas DKM menegur sahabat Saya yang sedang me-recharge gadget. Dia menggunakan stop-kontak yang ada di dinding masjid. Dilarang oleh petugas masjid. Stop kontak itu hanya untuk vacuum cleaner. Adapun jika ingin me-recharge, harus ke belakang. Dekat toilet.

Sahabat Saya sedang low-batt berat, seketika kemudian akhirnya dia harus ridho merecharge HP didepan pintu toilet. sambil jongkok. Tidak duduk. Khawatir najis.

Itulah sekelumit pengalaman kami di sebuah masjid cukup besar. Saat itu memang kami sedang menunggu agenda janjian jam 20.30. Jadi kami cari ke masjid terdekat. Menunggu.

Kejadiannya tidak sampai disitu. Sahabat Saya sudah keluar masjid. Menunggu didepan toilet. Saya masih duduk berwirid. Akhirnya memang Saya sendirian. Petugas pun datang :

"Mas, lampunya saya matiin ya, semua pintu Saya tutup, kalo mau keluar, di pintu yang depan noh, gak Saya kunci"

Sesaat kemudian semua lampu dimatikan. Kecuali lampu peimaman. Lumayan ada cahaya. Tapi semua kipas angin mati. Semua pintu ditutup. Kebayang panasnya. Ini Jabodetabek. Saya mencoba bersyukur dan menikmati.

Alhamdulillah. Sudah 20.20. Kami putuskan keluar masjid. Untung gerbang utama tidak dikunci. He he he.

*****

Di perjalanan Saya berfikir, bahkan hingga tulisan ini Saya buat, Saya terus berfikir : *Dimana letak kerugian masjid jika sebuah gadget di charge ke listrik masjid?*

Apakah khawatir pada beban KWh listrik? Padahal kas ratusan juta rupiah. Toh ini bagian dari pelayanan jamaah.

Apakah khawatir jika jamaah membuka situs-situs tidak baik didalam masjid? Apa iya ada kaum muslimin yang tega melakukannya diruang terbuka utama masjid?

Apakah tidak boleh mengurus urusan dunia didalam masjid? Misalnya men-chat karyawan untuk merespon seseorang. Rasanya boleh-boleh saja dilakukan didalam masjid. Yang tidak boleh adalah berjualannya. Transaksi didalam masjid. Masjid jadi pasar. Tempat orang tawar menawar. 

Apa tidak boleh masjid digunakan untuk jamaah yang sedang ingin duduk sejenak? Lalu me recharge gagdet. Apa tidak boleh?

Fikiran Saya terus menerus berputar kencang.

Ditambah lagi beberapa waktu lalu, seorang aktivis masjid curhat, ketika membangun program makan-makan setelah shalat subuh. Ada pengurus yang protes, 

"Masjid itu untuk sholat, bukan untuk makan-makan, duduk-duduk ngopi, gak usah aneh-aneh. Masjid ya masjid."

Padahal sudah terbukti di berbagai masjid. Wahana makan-makan setelah shalat subuh berjamaah mendekatkan perasaan. Membangun silaturahmi. Memperbanyak kebaikan.

Ya Rabb, berat sangat da'wah di masjid hari ini.

*****

Inilah sambungan tulisan Saya kemarin. Akhirnya kita harus menyadari *bahwa banyak masjid yang gagal membaca kebutuhan jamaah nya*.

Jamaah kaum muslimin didominasi oleh angkatan produktif. Hidup dengan gadget. Terkoneksi dengan internet. Itulah pasarnya. Maka bacalah kebutuhannya. Sediakan kebutuhannya. InsyaAllah mereka akan ke masjid.

Mari kita bayangkan dan fikirkan. Bagaimana jika setiap masjid menyediakan "Gadget Corner" untuk merecharge dan wifi gratis. Apa yang sekiranya terjadi?

- anak muda berkumpul.

- orang-orang yang membutuhkan kerja di laptop jadi nongkrong di pelataran masjid.

- masjid bisa membuat warung kopi gratis di pekarangan. Tinggal letakkan kotak infaq.

- masjid jadi ramai, syiar terasa, masjid menjadi hidup.

- jika low batt, gak ada kuota, orang akan lari ke masjid. Masjid menjadi solusi.

Pertanyaannya, jika Adzan berkumandang, apakah berani mereka gak sholat? Apakah gak malu mereka... jika sholat berjamaah dimulai.. tapi mereka masih main gadget. 

Kan rasanya gak gitu yah, insyaAllah para penikmat colokan dan wifi pasti akan wudhu, sholat dan itu kebaikan yang luar biasa. Bisa jadi yang gak pernah sholat, jadi sholat.

Dan lagipula, jika nongkrongnya di pelataran masjid, ketika ada kajian, telinganya jadi mendengar kajian, jiwanya jadi mendengar Qur'an, lama-lama insyah sholih juga. Otomatis.

Pilih mana? Anak-anak muda kita nongkrong di depan mulut-mulut gang, atau di pelataran masjid? Seribut-ributnya mereka berbincang di pelataran masjid, insyaAllah gak akan sambil mabok miras atau judi. Gak akan bagi-bagi suntikan narkoba di pelataran masjid. Anak-anak muda kita akan terkontrol ketika mereka ada di masjid. ada ustadznya, ada yang ngarahin. Terperhatikan.

Gimana mau menda'wahkan Islam ke anak muda, gimana mau mensyiarkan nilai kecintaan masjid ke anak muda, ke masjid saja mereka enggan.

Nah sekarang bagaimana caranya agar anak-anak muda tersebut ke masjid? Bagaimana agar generasi produktif yang mayoritas mengisi populasi masyarakat, berkenan ke Masjid? Bagaimana agar generasi millenial mau ke masjid?

Wah, rasanya berat ya, nyolok HP aja gak bisa. Jauh banget dari semangat millenial, kolonial sih iya.

Risalah Masjid Cahaya
Sabtu, 19 Januari 2019

(Oleh Rendy Sahputra)

Difan

Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan sopan dan santun

Previous Post Next Post